July, 2021
The Oregon Nightclub
Grace
Sudah satu bulan ini aku magang di OneTech, sebuah perusahaan yang bergerak di bidang teknologi dan bisa dibilang cukup besar. Aku menyukai pekerjaanku, beberapa tekan kerjaku bahkan sangat baik padaku.
Kecuali... Jessica. Ia adalah keponakan dari Manager Keuangan di OneTech, sejak aku masuk pun Ia sudah tidak menyukaiku. Well ini bukan perasaan ku semata, tetapi Ia selalu membuatku pulang larut malam ketika yang lain tidak ada yang lembur, sebisa mungkin Ia selalu melimpahkan tugasnya untukku.
Seperti saat ini, kami semua sedang berada di club malam dan Jess mendominasi obrolan tentang pacarnya yang kaya. I don't hate it. Tapi topik itu selalu ia ceritakan hingga membuatku tidak tertarik. Akhirnya aku berjalan ke arah bar dan memesan minumanku yang kedua "Strawberry Martini" Ucapku pada barista sembari duduk di bar stool. Tiga gelas adalah limitku, aku akan tipsy pada gelas keempat dan mabuk pada gelas ke lima. Ya, tubuhku tidak tahan dengan alkohol.
Seseorang duduk disampingku, sekilas aku hanya melihat setelan jas hitamnya yang tampak mahal. Dengan samar aku mencium bau parfumnya yang... Maskulin? Hmm seperti bau woods, and a little bit spicy.
Aku menyesap minumanku, dan entah mengapa aku merasakan seseorang menatapku kemudian akupun menoleh ke arahnya dan seketika aku terpaku.
Gorgeous. Terlalu tampan hingga membuat ku lupa untuk bernafas. Beberapa helai rambutnya jatuh di dahinya, alisnya yang cukup tebal saat ini sedang mengernyit, dan bibirnya. Oh shit. Bagaimana bisa Tuhan adil jika ia menciptakan manusia seperti ini?
Bibirnya tebal kemerahan, sangat halus hingga garis bibirnya tidak terlihat. Rahangnya tegas dan tajam.
"Nona, meskipun aku tidak keberatan kau menatapku seperti itu.. Tapi barista sudah selesai membuat minumanmu" Ucapnya dengan suara dalam dan berat. Ia mengedikkan kepalanya ke arah minumanku.
"Hah? Oh.. Thanks" Ucapku pada barista, karena terganggu dengan ucapannya akupun membalas "aku rasa kamu yang menatapku lebih dulu" Kali ini aku menatap matanya yang tajam.
"Aku tidak akan minta maaf karena telah melihat sesuatu yang indah" Ucapnya tersenyum tipis dan membuatku ikut tersenyum. Kami mengobrol setelahnya, dan ia sungguh teman berbicara yang menyenangkan. Hunter, ia mengenalkan dirinya. Mungkin ia berusia di akhir 20 an, ia terlihat mature.
Tidak terasa ini sudah gelas ke empat yang kuhabiskan, dan aku mulai merasa tipsy. Hunter bersikeras membelikan ku minum dan malam semakin larut sehingga aku harus segera pulang. Aku berpamitan pada Hunter, tanpa sengaja aku mengatakan bahwa ia seperti seorang pangeran dan hal itu membuatnya tertawa.
Sementara itu diluar club aku mencari taksi dan tak kunjung mendapatkannya. Teman-teman kantorku masih berada di dalam, dan sepertinya mereka akan pulang menjelang pagi.
Tak berapa lama kemudian sebuah mobil Bentley menghampiri ku kemudian kaca mobil belakangnya turun dan menampakkan wajah Hunter, "Masuklah aku akan mengantarmu" Ucapnya. Malam sudah sangat larut sehingga akupun menurutinya.
"Tuan, anda membelikanku minum dan sekarang mengantar ku pulang.. Hmm apakah anda menginginkan sesuatu dariku?" Candaku padanya, mungkin karena pengaruh alkohol yang membuatku berani seperti ini.
"Minuman dan mengantarkan mu pulang bukanlah apa-apa. Tapi untuk pertanyaan mu ya aku menginginkan sesuatu sejak melihatmu dibar" Bisik Hunter yang tatapannya kini turun pada bibirku. Sebelah tangannya terangkat dan ibu jarinya mengusap sudut bibirku.
"Lipstik mu berantakan" Ucapnya dan ia masih menatap bibirku.
"Hmm?" Aku menatapnya, nafasku tertahan ketika ibu jarinya mengusap bibirku dan hal itu membuat tubuhku seolah terbangun dari tidur yang panjang.
"Tuan, kita sudah sampai" Kata sopir Hunter.
"Ajaklah aku turun bersamamu" Pinta Hunter dengan serius.
"Aku... " Jika ini hanya kesenangan satu malam saja, itu bukanlah aku. Aku tidak pernah melakukannya, but hey selalu ada pertama kali untuk semuanya bukan?
"Turunlah bersamaku" Ucapku pelan. Hunter tersenyum dan mengatakan kepada sopirnya untuk menjemputnya nanti dan ia pun turun dari mobil.
Kami berdua berjalan dalam diam, entah apa yang ia pikirkan. Mungkin ia pikir aku wanita murahan? Ah sudahlah aku tidak akan bertemu dengannya setelah ini. Setelah menjalin hubungan serius dan selalu berakhir dengan kecewa, mengapa aku tidak mencoba untuk bersenang-senang kali ini? Tanpa status, tanpa harapan, tanpa kecewa.
Kami menaiki lift bersama dan ketegangan diantara kami semakin menjadi. Terlalu dekat, aku berdiri terlalu dekat dengannya hingga bisa mencium bau tubuhnya yang addictive.
Sesampainya di lantai tempat tinggalku, aku membuka pintu dan membiarkan Hunter masuk. Belum sempat aku berbicara Hunter memeluk pinggangku dan melumat bibirku. Begitu tegas, begitu intens, seolah ia tidak ingin memberiku ruang untuk berubah pikiran.
Nafasku memburu, kemudian aku mengalungkan tanganku pada tengkuknya. Sebelah tangan Hunter memegang kepalaku dan mendongakkanku. Ia melepaskan jas nya dan menciumku lagi dan lagi.
"Dimana kamarmu?" Tanya Hunter di sela ciumannya. Aku menoleh ke arah kamarku, apartemen ku tidak begitu besar sehingga dengan mudah bisa menemukan kamarku.
Hunter menggenggam tanganku dan kami berjalan menuju kamarku. Ia kembali menciumku seraya membuka resleting bajuku yang kemudian terjatuh di kakiku. Akupun berusaha membuka kancing kemejanya meskipun sulit untukku karena kini Ia menciumi leher dan bahuku.
Aku melepaskan kemejanya, menyentuh tubuhnya yang keras dan abs... Tubuhnya penuh dengan otot, hanya dengan melihatnya pun sudah membuatku sangat menginginkannya.
Ia melepaskan bra ku kemudian bibirnya mencium puncak payudaraku, menyentuh ku dengan lidahnya dan menggigitnya perlahan.
Aku mengerang merasakan sensasinya, tanganku menyentuh bahunya, dadanya, perutnya, dan aku membelainya tepat disana. Hunter mengerang dengan suara beratnya, Ia mendorong ku hingga terjatuh di tempat tidur dan melepaskan celana dalamku.
"Hunter.... " Desahku ketika ia menyentuhku tepat diantara kedua pangkal pahaku. Meskipun ini bukan pertama kalinya aku melakukan sex, tetapi aku baru kali ini merasakan sensasi yang seperti ini.
Dan dia menciumku tepat disana, lidahnya menyentuhku, membuatku semakin basah. Aku mencengkeram selimut yang berada di bawahku dan berusaha menahan suaraku untuk tidak mengerang dengan keras.
Ia terus menciumku, menyentuhku, sampai aku merasakan jarinya perlahan memasukiku. "Ohh god yess" Erangku dengan menutup mataku.
"Buka matamu, aku ingin kamu melihatku.. Jika tidak, aku akan menghentikan nya" Ucapan Hunter seketika membuatku bangun dan melihatnya diantara kakiku.
Jarinya kembali bergerak dan ia terus menciumku "ahhh.. Aku.. " Aku merasakan orgasmeku sudah berada di ujung, dan tiba-tiba Hunter melepaskan ku. Aku melihatnya melepaskan celananya, berikut celana dalamnya.
Tuhan, bagaimana bisa sebesar itu? Hunter memasang pengaman yang diambilnya kemudian ia menindih ku dan menciumku. ia membuatku semakin gila karena sensasi ini begitu hebat.
Hunter menatapku, dan dengan satu gerakan memasukiku. Aku terkesiap karena rasa sakit, sudah lama sekali aku tidak melakukannya.
"God you're so tight" Hunter kembali menciumku, nafas kami saling memburu. Eranganku yang sudah tidak tertahan terus terdengar olehku sendiri.
"Hunter please, harder" Pintaku padanya.
"Fuck, so fuckin good" Hunter bergerak lebih cepat dan keras membuatku semakin hilang kendali. Aku bisa merasakannya, "ahhhh god yess" Orgasmeku datang dengan begitu hebat, membuat tubuhku bergetar karenanya. Aku mencengkeram lengan Hunter dan memejamkan mataku.
"So good, so fuckcing good" Hunter mengerang dan aku merasakan orgasmenya didalamku.
Ia menatapku, dan mengecup pipiku kemudian berdiri dan berjalan ke kamar mandi yang berada di dalam kamarku.
Setelah itu ia kembali, dan mataku sudah sangat berat hingga aku tertidur. Tengah malam aku terbangun dan.. Tidak ada Hunter. Perasaan kehilangan menyelimuti ku. One night stand, bukankah ini yang aku inginkan? Meskipun kecewa, setidaknya aku tidak merasakan sakit hati. Kemudian aku kembali tertidur.
****
One week later
Aku sedang berbelanja di supermarket dekat apartemen ku ketika sebuah nomor yang tidak ku kenal menelpon ku.
"Halo?"
"Grace... " Suara ini....
"Hunter?" Tanyaku ragu-ragu.
"Kamu dimana?"
"Uhh di supermarket dekat apartemen ku, kenapa? " Ucapku pelan.
"Pak Han akan menjemputmu sebentar lagi, jangan kemana-mana"
"Huh? Pak Han? Tapi Hunter-" Telfonnya diputus, sial. Pak Han? Apa mungkin itu sopirnya? Bagaimana Ia bisa tahu nomor telponku?
Aku segera membayar belanjaanku, untung saja bukan stok makanan yang aku beli sehingga aku tidak perlu repot untuk membawanya.
Ketika aku keluar supermarket, mobil Bentley Hunter sudah berada di depan. Pak Han membukakan pintu mobil untukku, meskipun dengan canggung akupun masuk ke dalam.
Apakah Pak Han sering menjemput wanita untuk Hunter? Aku rasa ya, Hunter terlihat seperti orang berada. Maksudku, Bentley? Sopir pribadi? Dari cara berbicara nya pun ia tidak asal mencari topik pembicaraan hanya sekedar untuk basa basi.. Aku tidak begitu tahu tentang kota ini, setelah lulus kuliah aku memutuskan untuk mencari kerja di kota besar ini dan meninggalkan keluargaku.
Pak Han membawaku ke sebuah apartemen mewah. Aku hanya tahu bahwa daerah ini adalah kawasan elit dikota ini. Kami menuju lantai atas dengan lift pribadi, dan ketika sampai Pak Han meninggalkan ku.
Setelah dari apartemen ku dan melihat apartemen ini, aku benar-benar yakin bahwa aku dan Hunter adalah orang yang sangat berbeda. Apartemen ini seolah meneriakkan "money".
Aku masuk ke dalam dan melihat Hunter sedang berkutat dengan MacBook nya. Ia mendongak melihatku dan kembali berbicara pada handsfree nya.
Kemudian aku duduk di sofa depannya, dan kami terpisah dengan meja. Mengeluarkan noteku, aku membuat beberapa catatan untuk pekerjaan ku. Sementara Hunter masih menelfon, beberapa kali kami saling menatap. Ia masih memberikan rasa itu, berdebar jika aku melihatnya.
Tak berapa lama kemudian seseorang mengetuk pintu apartemennya, dan Hunter memberiku isyarat untuk membukanya. Seorang laki-laki membawakan beberapa makanan dan meletakkannya di meja kemudian ia keluar.
Aku membuka bungkus makanannya ketika mendengar Hunter mengakhiri telfonnya.
"Hei" Ucapnya.
"Hei"
"Aku tidak tahu kamu suka makan apa, jadi aku memesan beberapa makanan" Ucapnya.
"It's fine, aku bisa makan apa saja" Aku menatapnya, melihat ia mengerutkan kening.
"Duduklah, aku yakin kamu belum makan"
"Aku.. Ehm bagaimana kamu bisa dapat nomor telfonku?" Tanyaku seraya menyantap Chinese food didepanku.
"Dari handphone mu, waktu kamu tertidur"
"Aaah oke" Aku melanjutkan makanku dengan diam, akupun tidak tahu maksud Hunter membawaku kesini.
Aku rasa, Hunter sedang sibuk karena beberapa saat kemudian handphone Hunter berdering, dan ia memintaku untuk melanjutkan makanku. Sampai selesai makan, Hunter masih menerima telfonnya. Dari nada bicaranya, sepertinya seseorang telah membuatnya marah.
Aku kembali pada catatan pekerjaan ku, dan entah sampai berapa lama aku pun tertidur. Merasakan seseorang mengangkat ku, aku terbangun dan melihat Hunter sedang menggendong ku menuju... kamar tidur.
"Sorry, aku takut kamu kedinginan di sofa" Ucapnya menurunkan aku di tempat tidurnya.
"Hunter-" Ucapanku terpotong ketika ia menciumku. Seperti yang lalu, aku tidak bisa berpikir ketika ia melakukan hal itu. Dan malam itu, kami melakukan apa yang kami lakukan sebelumnya.
Hingga minggu-minggu berikutnya, Hunter selalu meminta Levi, terkadang Pak Han sopirnya untuk menjemput ku. Sisanya, seolah terjatuh padanya aku selalu melakukan sex dengan Hunter tanpa paksaan apapun darinya.
Aku tidak tahu hubungan kami apa, ketika bertemu ia selalu memperlakukan ku dengan baik, the best sex of my life? Yes, tapi.. Sekalipun ia tidak pernah membicarakan tentang hubungan yang serius. Dinner, kemudian sex, seperti itulah hubungan kami.
Hubungan kami lebih pada simbiosis mutualisme, karna dia bukanlah temanku untuk bisa disebut sebagai friend with benefits.
Sampai suatu malam, aku terbangun di apartemen nya dan hendak mengambil air minum ketika mendengar Hunter berbicara dengan seseorang. Langkahku terhenti ketika mendengar apa yang dibicarakan nya.
"Ayolah Hunt, apa kamu tidak mau mengenalkan kekasihmu? Hmm bagaimana seseorang bisa menaklukkan The Great Hunter West? " Ucap seseorang itu.
"Dia bukan kekasihku" Ucap Hunter yang terdengar datar.
"Benarkah? Hmmm dilihat dari moodmu yang seketika berubah ketika kita sampai disini, aku rasa dia seseorang yang penting"
"Moodku setiap hari seperti ini, kamu saja yang berimajinasi"
"Ah, apa ia wanita yang tempo hari bersamamu di restoran steak?" Hmm.. Jadi salah satu temannya adalah seorang laki-laki yang tidak sengaja bertemu direstoran ketika aku dan Hunter makan. Waktu itu kami berpapasan ketika kami hendak pulang.
Hunter terdiam dan temannya pun melanjutkan, "Dia cantik, tidak seperti yang biasanya bersamamu... dia terlihat.. Menarik" Lanjutnya.
"Seorang Hunter berpacaran, padahal aku selalu berpikir kamulah yang tidak mau menikah" Ucap temannya yang lain.
"Aku sudah bilang tidak, dan.. She's not my type"
"Lantas kenapa jika ia bukan tipemu? Sorry tapi jika tipemu yang kamu maksud seperti gadis-gadis yang biasanya bersamamu, itu membosankan"
"Sudahlah, aku dan dia hanya... Having fun" Ucap Hunter masih dengan nada datarnya.
Enough... Aku kembali ke kamar tidur dan mengambil barang-barang ku. Sial, aku meninggalkan tas dan sepatu ku di ruang tamu. Mungkin karena itu mereka tahu aku berada di sini.
Aku merapikan bajuku dan menguncir rambutku. Memberanikan diriku untuk keluar kamar setelah memesan taksi. Raut wajah terkejut terlihat di ketiga laki-laki yang berada di ruang tamu Hunter, termasuk ia sendiri.
Aku tersenyum dengan paksa, "gentleman" Sapaku pada mereka. Diantara kelemahan ku, pemalu bukanlah salah satunya. Aku mengambil tas dan sepatuku tanpa menyapa Hunter.
"Grace, tunggulah sebentar Levi akan mengantarmu" Ujar Hunter.
"Tidak perlu, aku sudah memesan taksi". Aku menekan tombol di lift dan berkata padanya "Jika menurutmu saat ini kita having fun, well you're wrong. Everything was boring except your pretty face" Aku melihatnya terkejut dan segera masuk ke dalam lift.
She's not my type, we're just having fun.... Kata-kata Hunter terus terngiang di kepala ku. Sial, kenapa dadaku terasa sakit. Aku kira dia peduli setidaknya sedikit saja padaku, aku rasa aku salah. Tentu saja aku bukan tipenya, laki-laki seperti Hunter bisa mendapatkan wanita manapun. Tapi, tetap saja tidak ada seorang wanita yang ingin mendengar bahwa ia bukan tipe dari laki-laki yang berkali-kali berhubungan sex dengannya.
Why do I feel like I'm a prostitute? Tapi setidaknya mereka dapat uang, aku tersenyum kecut. Sial, apa yang telah aku lakukan.
****
Hunter
"Bro, that was rude...maksud ku kamu" Trevor menyesap minumannya. Dan aku masih terpaku, Fuck kenapa aku mengatakan semua itu.
"Kamu tidak mengejarnya? Aku rasa setidaknya kamu harus minta maaf padanya" Ujar San.
"Aku akan menemui nya besok" Ujarku singkat. Fuck kenapa aku harus mengatakan semua itu? Oh ya karena ada dua orang bodoh ini dan aku tidak ingin membicarakan kehidupan pribadi ku dengan mereka. Aku menatap sepupuku dan teman baikku yang ada di hadapan ku.
"Kenapa kamu melihatku seperti itu?" Tanya Trevor.
"Seperti apa?"
"Seperti kau akan membunuhku"
"Oh tentu saja, sudah sejak lama.. Kamu tahu kamu terlalu berisik" Ucapku datar padanya.
"Hmm tapi gadis itu ada benarnya, Selain wajahmu yang pretty boy itu kamu memang membosankan" Trevor tertawa dan menghindar ketika aku melemparkan sebuah bantal padanya.
Setelah mereka berdua pergi, aku kembali ke kamar. Aku bahkan masih bisa mencium harum tubuhnya di bantalku. Grace. Jika aku tidak terlalu sibuk dengan pekerjaan ku, mungkin aku akan memintanya sebagai kekasih ku. Aku hanya tidak ingin ia merasa terabaikan karena kesibukan ku.
****
"Dia mengembalikan ini" Ujar Levi menyerahkan sebuah kotak di mejaku. Seharusnya, kotak itu Levi berikan pada Grace sebagai permintaan maafku. Aku meminta Levi memberikannya karena waktuku tidak banyak, aku harus segera keluar kota untuk perjalanan bisnisku.
"Kenapa?"
"Ah.. Itu.. Dia bilang dia tidak menginginkannya, dan tidak hanya itu" Levi meletakkan sebuah amplop di mejaku.
"Apa ini?"
"Dia bilang, ini untuk menggantikan uang makan malam dan sarapan selama ini.. Aku sudah bilang padanya bahwa ini tidak perlu tapi ia memaksaku dan memintaku untuk membuangnya jika bos tidak mau" Aku menggertakkan rahangku, menahan amarahku untuk tidak melemparkan nya kembali pada Levi.
"Pergilah, dan ambilkan barang-barang yang akan kubawa nanti"
Aku melihat kotak perhiasan dan amplop dari Grace dengan gelisah. Grace. Biasanya, wanita yang pernah bersamaku akan menyukainya, tapi dia.. Tidak hanya mengembalikan perhiasannya, ia juga mengolokku dengan mengembalikan uang untuk makan malam. Uang makan malam. Sepertinya aku harus menemuinya segera setelah urusan bisnisku selesai.