cover landing

A Taste of Delight

By aprilianatd

Prolog

Jarum jam menunjukkan pukul 04.00 dan langit masih terlihat gelap. Udara dingin yang menusuk ke kulit mau tak mau membuat seorang yang berada di tempat tidur merapatkan selimutnya. Ia menggeliat pelan di atas tempat tidur dan mengerjapkan matanya sebelum membuka matanya.

Terbiasa bangun tanpa alarm, membuat seorang yang sekarang sedang duduk di atas tempat tidur memandang sekeliling kamarnya dan berusaha untuk mengumpulkan nyawanya sesegera mungkin. Ia adalah Veny. Gadis berusia dua puluh lima tahun ini terlihat sedang menggerakkan tubuhnya ke kanan dan ke kiri, kemudian ia melirik sekilas pada jam dinding yang menggantung di depannya.

Ia segera menyingkirkan selimutnya dan segera beranjak menuju kamar mandi. Veny segera melakukan ritual paginya seperti pipis, sikat gigi, cuci muka serta mengambil air wudhu. Ia kembali masuk ke dalam kamar dan mendekati tempat tidurnya. Ia mulai merapikan bantal, guling serta melipat selimut. Sembari menunggu waktu sholat, Veny mulai membuka gorden kamarnya, dan menggelar sajadah miliknya.

Pagi ini sama seperti pagi-pagi di hari sebelumnya, tidak ada yang spesial di pagi harinya dan terkesan monoton selama kurang lebih dua tahun untuk gadis berusia dua puluh lima tahun itu. Meski monoton, Veny sangat menikmatinya hidupnya saat ini. Tidak pernah sekalipun ia merasa bosan dengan kegiatan sehari-harinya.

Terlahir menjadi anak pertama dari dua bersaudara, membuat Veny menjadi pribadi yang mandiri. Selagi masih bisa dikerjakan sendiri, ia pantang untuk meminta bantuan orang lain. Begitulah prinsip hidup Veny. Kemandiriannya membuat Veny sudah bisa menghasilkan uang sendiri saat ia masih duduk dibangku kuliah. Kecintaannya di bidang kuliner membuatnya hanyut dalam pekerjaan yang saat ini ia lakoni, yaitu menjadi food blogger. Berawal dari keisengannya me-review makanan yang ia tulis di blog saat kuliah, hal itu menjadikannya seorang food blogger yang dikenal banyak orang. Saat ini, selain blog, Veny juga aktif di berbagai media sosial seperti instagram, tiktok serta youtube.

Veny sangat senang menjalani kehidupannya sebagai food blogger, karena kecintaanya pada dunia kuliner. Ia benar-benar sangat menikmati profesinya. Tidak pernah ia merasa terbebani ketika menjalani profesi ini. Hal ini juga didukung oleh kedua orang tua Veny yang memberikan kebebasan penuh kepada anak-anaknya dalam memilih profesi yang akan dijalani. Apapun profesi yang dijalani anak-anaknya, asal anaknya bahagia dan bertanggung jawab, orang tua Venya akan selalu support. Veny bersyukur memiliki keluarga yang selalu mendukung segala keputusan yang ia buat.

***

Bab 1

Setelah berlari sebanyak lima putaran, Veny merasa lelah dan beristirahat di salah satu bangku yang ada di dekatnya. Pagi ini, Veny melakukan lari pagi di area taman yang masih berada di kompleks perumahannya. Area ini memang sering digunakan warga sekitar untuk bermain atau berolahraga. Area ini merupakan salah satu fasilitas umum yang sangat disukai oleh Veny. Terdapat dua lapangan, jogging track serta area bermain untuk anak seperti ayunan, jungkat-jungkit, dan lainnya. Tak jauh dari lapangan, terdapat beberapa warung tenda yang jika pagi hari mereka menjual bubur ayam, nasi pecel, dan makanan-makanan yang biasa ditemui ketika pagi hari.

Veny meluruskan kakinya sembari matanya menelusuri sekitarnya. Banyak sekali orang yang melakukan lari pagi seperti dirinya. Banyak juga pasangan muda yang bercengkrama sambil bersepeda atau mendorong stroller anaknya. Terlihat anak-anak kecil berlarian kesana kemari sambil memegang balon.

Setelah dirasa capeknya berangsur menghilang, Veny melangkah menuju warung tenda yang menjual bubur ayam.

"Bang, bubur ayam satu," ucap Veny ketika mendekati si penjual bubur ayam. "Jangan pakai kacang ya, terus minumnya teh anget aja," tambahnya.

"Siap, Neng." Penjual itu mengacungkan ibu jarinya mengartikan ia telah mendengar pesanan dari Veny.

Setelah memesan, Veny segera mancari tempat duduk. Bubur ayam ini memang terkenal enak di kalangan warga sekitar. Bubur ayam ini menjadi salah satu pilihan Veny dan keluarganya ketika tidak memasak makanan di pagi hari.

"Mari, Neng, dimakan." Bang Irul, penjual bubur ayam tersebut meletakkan semangkuk penuh bubur ayam dan satu gelas teh hangat di hadapan Veny.

"Makasih ya, Bang," ujar Veny.

Veny mulai menikmati bubur ayamnya. Menurutnya, cara menikmati bubur ayam adalah dengan tidak mengaduk bubur tersebut. Selain menambah nilai estetika, bubur tersebut tidak tampak menjijikkan. Namun, cara makan setiap orang boleh berbeda, bagaimana pun cara mereka menyantap makanan, yang terpenting adalah cita rasa dari makanan itu sendiri.

***

Langkah Veny memelan ketika ia sudah tak jauh dari rumahnya. Ia terlihat heran di sekitar rumahnya sangatlah ramai dengan warga. Tadi setelah menghabiskan satu mangkuk bubur ayam, Veny memutuskan untuk segera pulang. Ia harus bersyukur, tempat ia berlari pagi tidak jauh dari cluster-nya. Sehingga ia tak perlu berjalan jauh untuk sampai rumahnya.

Perumahan ini merupakan perumahan besar yang terdapat beberapa cluster di dalamnya. Dalam satu cluster, terdapat beberapa rukun tetangga yang menaunginya. Veny merasa beruntung karena di lingkungan tempat tinggalnya merupakan lingkungan yang aman dan nyaman. Tetangga di sekitar Veny pun sangatlah ramah. Walau ada satu atau dua tetangga yang sangat individualis, hal itu tidak membuat Veny merasa terganggu.

Kembali pada saat ini, setelah ditelisik lebih jauh, keramaian ini disebabkan sebuah truk besar yang berhenti di depan rumah tepat di samping kanan rumah Veny. Rumah yang dalam satu bulan terakhir ini tampak ramai dikarenakan banyaknya tukang yang keluar masuk di rumah tersebut. Rumah yang dulunya terlihat kotor dan tidak terawat, akhirnya kini menjadi rumah yang enak untuk dipandang.

Rumah di samping kanan rumah Veny telah kosong kurang lebih lima tahun. Pemilik terdahulunya, Bu Natasha dan Pak Fajar memutuskan untuk pindah ke Jepara dan memilih menjual rumah tersebut. Harga jual rumah di perumahan ini memang sangatlah tinggi. Terlebih harga pada cluster tempat Veny tinggal. Walau merupakan tempat tinggal yang bisa dibilang elite, tapi tetangga di sini sangatlah peduli satu dengan yang lainnya.

"Tante, siapa yang pindah ke rumah itu?" tanya Veny pada sekumpulan ibu-ibu yang sedang memperhatikan orang-orang memindahkan barang.

"Itu lho Ven, ada cowok yang pindah di sebelah rumahmu." Bu Mirna, salah satu tetangganya terlihat antusias ketika menjawab pertanyaannya.

"Cowoknya ganteng lho Ven, kayaknya lebih tua dari kamu deh. Udah kelihatan mateng banget sih itu," sahut Bu Made tak kalah antusias.

"Kok gak kelihatan istrinya ya?" tanya Bu Ria pada ibu-ibu yang lainnya.

"Masih lajang deh kayaknya Bu," ujar Bu Asri mulai berpendapat. "Atau memang masnya duda," lanjut Bu Asri bersemangat.

"Ah masa gak ada istrinya. Usia-usia udah mateng buat kawin tuh," sahut Bu Mirna.

"Astaghfirullah, Tante! Nikah Te, nikah," ujar Veny ketika mendengar perkataan Bu Mirna.

"Yaelah Ven, setelah nikah juga bakal kawin, kimpoy, indehoy dan sejenisnya. Sama ajalah. Nanti juga kamu kayak gitu," balas Bu Mirna tidak mau kalah.

Veny yang mendengar itu hanya geleng-geleng kepala.

"Tapi setahu saya, Bu Natasha udah ngejual rumah itu lama. Kok baru ada yang beli ya, Bu?" tanya Bu Asri.

"Lah, saya tahunya setahun setelah rumah Bu Natasha dijual, rumah itu sudah langsung laku. Mungkin masnya itu setelah beli rumah Bu Natasha nggak langsung ditempati." Bu Mirna mulai menjelaskan kepada ibu-ibu yang lain.

Bisa dikatakan Bu Mirna merupakan intel di cluster ini. Ia bisa tahu gosip-gosip yang sedang beredar di sekitar mereka. Bahkan tak jarang Bu Mirna mengetahui gosip-gosip dari cluster lainnya. Walaupun demikian, Bu Mirna adalah sosok yang baik. Istri dari direktur bank swasta yang memiliki tiga anak tersebut, sangat suka berbagi makanan dan sangat peduli terhadap tetangganya.

"Lho Ven, kamu kok tumben jam segini baru selesai lari pagi?" tanya Bu Ria terlihat heran.

"Iya nih anak, biasa juga jam segini bantuin Bu Melvi buat siapin adonan kue," sahut Bu Made. Bu Melvi merupakan nama dari Ibu Veny.

"Astaga, Tante." Veny menepuk jidatnya karena teringat akan sesuatu. "Iiihhh ... gara-gara Tante-Tante nih Veny jadi lupa buat bantuin Bunda bikin adonan," ujar Veny kemudian berlari menuju ke rumahnya.

Ibu-ibu yang melihat Veny meninggalkannya hanya bisa tertawa melihat kelakuan dari Veny. "Lah dia yang ikut nimbrung kita yang disalahin ya, Bu," ujar Bu Mirna disela-sela tawanya.

***

Setelah Veny membersihkan dirinya, ia turun ke lantai bawah dan mendapati Bundanya dan Mbak Nuri sedang membuat kue bolu. Veny lantas ikut bergabung membantu sang Bunda.

"Bun, di sebelah ada siapa sih kok rame-rame banget?" tanya Veny membuka obrolan. Jujur saja, Veny masih ingin tahu siapa gerangan sosok yang membuat gempar warga di sekitar rumahnya.

"Tetangga baru Ven. Ayah sama adikmu juga lagi di rumah sebelah bantu-bantu tetangga baru kita pindahan. Banyak bapak-bapak lainnya juga bantu kok," jelas Bunda sembari mengoles cream pada kue bolu yang sudah mulai dingin. Veny mencolek sedikit cream di atas bolu tersebut. Bundanya langsung menoyor kepala Veny. Veny hanya tertawa.

"Siapa sih Bun?" tanya Veny yang kemudian duduk di kursi bar memperhatikan Bunda dan Mbak Nuri yang sedang sibuk membuat kue bolu.

 “Kalau gak salah, kata Ayah tadi namanya Mahendra. Dia pebisnis restoran, Ven.” Bunda masih terlihat sibuk mengoleskan cream pada kue bolu. Lalu beralih memandang Mbak Nuri. “Nuri, tolong kamu masukkan tiga loyang ke oven sisanya ke kukusan ya,” pinta Bunda pada Mbak Nuri.

"Iya, Bun." Mbak Nuri mulai melaksanakan perintah dari Bunda.

Mbak Nuri merupakan anak dari Mbok Min, asisten rumah tangga di rumah ini. Selain membantu beberes rumah bersama dengan Mbok Min, Mbak Nuri juga kerap kali diminta tolong oleh Bunda untuk membantu membuat kue.

Bunda seringkali mendapatkan pesanan kue dari tetangga atau dari teman-temannya yang lain. Kue yang dibuat oleh Bunda merupakan kue bolu. Terdapat beberapa macam varian kue bolu buatan Bunda. Sempat Veny meminta Bunda untuk membuka toko kue, tapi ditolak mentah-mentah oleh Bunda. Bunda mengatakan bahwa membuat kue merupakan salah satu hobi Bunda yang paling bisa menguntungkan, tapi Bunda tidak ingin terlalu terikat. Bunda membuat kue karena Bunda merasa ada kesenangan ketika melakukan aktivitas tersebut.

Banyak orang yang berminat untuk membeli kue bolu dari Bunda. Namun, dalam sehari Bunda hanya membuat kurang lebih dua puluh loyang. Apabila ada pesanan untuk arisan atau semacamnya, Bunda tidak akan membuat kue bolu untuk dijual. Bunda akan fokus membuat kue bolu sesuai pesanan. Banyak dari pelanggan Bunda yang sampai harus masuk waiting list untuk membeli kue bolu buatan Bunda.

"Nanti setelah semua orang-orang selesai, kamu kirim bolu ke Mahendra ya Ven. Nanti Bunda sisain satu buat tetangga kita itu," ujar Bunda memutus lamunan Veny. "Hitung-hitung salam perkenalan sama tetangga baru. Terus kamu tawari dia, siapa tahu dia ada butuh-butuh sesuatu, nanti kamu tolong bantu dia."

"Iya Bun," sahut Veny.





<