cover landing

Dunia Kiana

By AdDina Khalim

"Berjanjilah untuk selalu menjaga dia, apa pun yang terjadi. Bahkan jika itu harus mengorbankan nyawa lo sendiri...."

Arya langsung terjaga. Napasnya tersengal. Keringat dingin membasahi hampir di sekujur tubuhnya. Mimpi itu muncul lagi. Kalimat yang diucapkan seseorang dalam mimpinya tadi membuat Arya dipenuhi perasaan bersalah. Meski sejatinya itu bukan mimpi, melainkan kilasan masa lalu yang akan menerornya saat dirinya sedang bermasalah dengan Kiana. 

Ya, Kiana. Seorang gadis yang selama sebelas tahun terakhir ini sudah menjadi bagian dari hidupnya. Dia yang sudah dianggap seperti adik kandungnya sendiri persis seperti apa yang Rian minta.

Sebelas tahun yang lalu, saat Arya masih berusia 22 tahun, dia dipenuhi penyesalan mendalam karena kepergian Rian, sahabatnya. Dan satu-satunya penyebab meninggalnya Rian adalah karena dirinya. Saat itu, Rian masih memiliki seorang adik kecil bernama Kiana yang baru berumur 11 tahun. Namun karena kesalahan fatal Arya, Kiana harus rela kehilangan satu-satunya keluarga yang tersisa. Dan beberapa saat sebelum Rian meninggal, dia sempat memberikan pesan untuk Arya agar selalu menjaga dan melindungi adiknya apa pun yang terjadi. Karena dirinya tidak akan pernah bisa memiliki kesempatan itu lagi.

Meski Arya mengutuk dirinya ribuan kali sekalipun, kematian Rian tetap tak terbantahkan. Dan sejak saat itu, Arya memutuskan untuk menjadikan Kiana sebagai adiknya, sesuai permintaan Rian. Dia juga bertekad untuk menjaga dan melindungi Kiana meski harus mempertaruhkan nyawanya sekalipun. Jika dirinya masih dibiarkan hidup, sudah pasti kehidupannya itu hanya untuk menjaga Kiana.

Hingga 11 tahun pun berlalu. Arya sekarang sudah menjadi lelaki dewasa, dan Kiana sudah bertransformasi dari gadis kecil berusia 11 tahun menjadi gadis berusia 22 tahun. Dalam kurun waktu sebelas tahun itu, Arya tidak pernah mengingkari janjinya pada Rian. Dia selalu berhasil menjaga Kiana dan memastikan Kiana tersenyum setiap hari. Meskipun itu artinya Arya harus bersedia mengorbankan banyak hal karena Kiana kerap kali menginginkan sesuatu yang sangat menyulitkan Arya.

Kiana terlahir sebagai sosok gadis yang energik. Dia juga sangat menyukai tantangan dan suka melakukan sesuatu yang ekstrem tanpa mengenal rasa takut. Kelakuannya benar-benar susah dimengerti Arya, meski dipikir dengan cara apa pun. Seperti ingin mendaki gunung di saat curah hujan sedang tinggi-tingginya, ingin mencoba sensasi melompat ke laut dari atas tebing, suka melawan dan berkelahi dengan penjambret, suka ikut campur masalah orang, melabrak dosen, dan masih banyak lagi kelakuan ajaib Kiana yang membuat Arya tidak pernah bisa merasa tenang.

Namun di antara semua hal yang terjadi pada Kiana, ada satu hal yang bertahan lama dan tidak pernah berubah. Yakni perasaannya untuk Arya. Meski Arya menyayangi Kiana layaknya seorang kakak pada adiknya, tetapi Kiana selalu melihat Arya sebagai seorang pria. Dia bahkan terang-terangan mengungkapkan perasaannya pada Arya saat Kiana masih kelas 3 SMP. Dan sejak saat itu, Kiana selalu menyatakan diri sebagai pacar Arya, bukan sebagai adiknya. Meski Arya selalu menceramahi Kiana bahwa hubungan antara dirinya dan Kiana bukanlah hubungan semacam itu, tetapi Kiana sudah terlanjur mencintai Arya. Dan perasaannya itu tidak pernah berubah bahkan sampai Kiana lulus kuliah.

Sampai pada pagi tadi, Kiana kembali menginginkan sesuatu yang bertentangan dengan tanggung jawab Arya. Jadilah Kiana memutuskan untuk tidak pulang ke rumah, sebagai bentuk kemarahan dan merajuknya pada Arya. Dan sekarang, Arya baru merasakan perasaan bersalah itu. Dia seharusnya tidak membuat Kiana sampai meninggalkan rumah dan entah melakukan hal berbahaya apa di luar sana. Karena itu artinya Arya tidak bisa menepati janjinya untuk selalu menjaga Kiana.

Kali ini, yang Arya lakukan setelah mengatur napasnya kembali normal, adalah mengambil ponsel, kunci mobil dan jaket, lantas keluar dari kamarnya untuk mencari keberadaan Kiana. Tak peduli meski jam sudah menunjukkan pukul satu dini hari. Dia tidak akan membuat Kiana menunggu lebih lama lagi. Karena Arya sangat tahu, adiknya itu memang sangat suka mencari perhatian, dan tahu kalau dirinya tidak akan pernah mengabaikan Kiana.

Begitu sudah duduk di dalam mobil, Arya mengecek ponselnya dan melihat apakah Kiana menghubunginya lagi atau tidak. Dan rupanya senyap. Kiana benar-benar marah. Meski sejak siang tadi Arya sudah dibuat sibuk dengan menghadiri rapat di luar kota kemudian langsung kembali ke kota ini, tetapi prioritas utamanya tetaplah Kiana.

Tidak aktif. Nomor Kiana sedang tidak aktif. Arya mencobanya sekali lagi, tapi tetap saja tidak aktif. Arya berpikir cepat. Di saat seperti ini, hal yang ingin Kiana tahu adalah kesungguhan Arya dalam mencari keberadaan Kiana, dan membujuknya untuk tidak marah lagi.

Baiklah, Arya tidak akan membuang-buang waktu lagi. Dia bergegas menyalakan mobil dan menuju ke satu tempat. Karena meski selelah apa pun, pesan yang diucapkan Rian itu akan selalu menyadarkannya untuk tidak pernah mengabaikan Kiana. Arya tahu itu, dan dia juga tidak berniat untuk mengabaikan Kiana. Hanya saja, keinginan Kiana yang diutarakan pagi tadi benar-benar bertentangan dengan tanggung jawabnya. Dia hanya memberikan jeda sebentar agar Kiana paham situasinya. Namun, rupanya itu berlebihan. Kiana tidak pernah mau mengerti apa pun penjelasan Arya dan tetap bersikeras untuk kukuh pada keinginannya. Sehingga berakhir seperti ini.

"Kia, ini Kak Arya. Kakak bener-bener minta maaf. Sekarang Kakak lagi nyari kamu. Tolong kamu hubungi Kakak, ya. Kakak tunggu."

Sembari mengemudi, Arya meninggalkan pesan suara untuk Kiana, berharap Kiana akan paham, dan mau memaafkan kesalahannya. Sebenarnya bukan sekali dua kali ini saja Arya terperangkap dalam situasi yang sama. Hampir selama 11 tahun terakhir, Arya sudah membiasakan dirinya untuk menghadapi tingkah ajaib Kiana yang sering sekali merajuk, bahkan terkadang tanpa alasan yang jelas.

Untuk menemukan Kiana, hal pertama yang harus Arya ingat adalah alasan Kiana marah padanya. Itu akan sangat berpengaruh dengan keberadaan Kiana saat ini. Contohnya, saat Kiana merajuk ingin liburan di pantai tertentu, ternyata Kiana sudah ada di hotel yang paling dekat dengan lokasi itu. Atau saat Kiana mengajaknya menginap di vila teman kampusnya, Kiana sudah lebih dulu menyewa vila di sana dan memutuskan untuk menginap. Jadi, saat Arya ingat dengan pembicaraannya dengan Kiana tadi pagi, dia sudah tahu akan ke mana mobilnya melaju.

***

"Sudah Kia bilang ini bukan liburan, Kak. Ini acara kelulusan Kia bareng temen-temen Kia, sekaligus pesta perpisahan sebelum kami dibuat sibuk sama urusan orang dewasa." Kiana membantah tegas ucapan Arya yang menganggap bahwa Kiana hanya ingin menikmati liburan semata.

"Tapi Kia juga tahu kan, kerjaan Kakak lagi sibuk banget. Tolong kamu juga ngerti kondisi Kakak, dong. Kakak nggak bisa terus-terusan nurutin keinginan kamu yang nggak mau tahu soal apa yang akan terjadi kalau Kakak sampai ninggalin pekerjaan Kakak."

Kiana termenung sebentar. Sorot matanya sayu. Dia sempat menggelengkan kepalanya frustrasi, sebelum akhirnya berkata, "Kenapa yang Kak Arya bilang seolah-olah nganggep kalau Kia cuma jadi beban aja buat Kakak, yang bisanya cuma minta Kakak buat nurutin semua keinginan Kia. Kenapa Kakak nggak coba ngerti perasaan Kia, kalau selama ini Kia bener-bener butuh kehadiran Kakak.”

Wajah Kiana sudah memerah menahan tangis. “Sudah sebulan ini Kak Arya selalu sibuk, dan Kia selalu merasa sendirian. Meskipun Kakak nggak pernah mau menerima perasaan Kia, tapi seenggaknya Kia tahu kalau Kak Arya bakal selalu ada untuk Kia. Tapi kenapa? Kenapa sekarang Kak Arya malah kayak gini?"

Kiana beranjak pergi sembari menangis. Dan saat Arya bermaksud mengejar Kiana, deringan telepon mengganggunya. Apalagi saat tahu kalau telepon itu dari kantor, Arya sungguh tidak bisa melakukan apa-apa untuk membujuk Kiana saat itu.

***

Kali ini Arya semakin sadar. Sebulan terakhir ini, dirinya memang dibuat sibuk dengan tugas-tugas kantor, sampai tidak ada waktu untuk mengobrol dengan Kiana. Padahal Arya sudah berjanji untuk selalu ada untuk Kiana. Justru di saat Kiana membutuhkan kehadirannya, dirinya tidak pernah ada di sana.

Tiga puluh menit sudah berlalu. Mobil Arya berhenti di depan gerbang sebuah rumah yang cukup besar. Dia turun dari mobil, lantas berjalan menghampiri gerbang rumah itu. Tentu saja pintu gerbangnya terkunci. Waktu juga sudah menunjukkan pukul 01.35 dini hari.

Arya masih ingat dengan jelas soal acara yang disebutkan Kiana. Mengenai acara perpisahan teman-teman kampusnya yang kali ini sudah menyandang gelar sarjana seminggu yang lalu. Padahal Arya baru saja bernapas lega karena pada akhirnya Kiana akan mulai menapaki dunia orang dewasa, dan berharap sifat ekstrem Kiana akan berangsur hilang. Namun kalau begini ceritanya, Arya tetap saja dibuat sakit kepala.

Kiana juga menyebutkan soal Indah, teman satu kuliah Kiana yang bertanggung jawab atas acara itu. Tempat yang saat ini didatangi Arya adalah rumah Indah. Ya, dari sekian banyak teman yang dimiliki Kiana, hampir semuanya Arya tahu. Jadi tidak sulit menemukan rumah Indah yang dimaksud Kiana tadi pagi. Karena apa pun yang mau Kiana lakukan, dia selalu memberitahukannya pada Arya. Dan memang itu juga permintaan Arya. Mengingat bagaimana ekstremnya pemikiran Kiana yang sering kali tampak tidak masuk akal.

Arya mengecek ponselnya lagi. Dia mencoba menghubungi Kiana, tapi ternyata masih tidak aktif. Dia jadi bingung harus bagaimana agar dia bisa masuk. Sudah pasti kedatangannya akan mengganggu seluruh penghuni rumah, meskipun tujuannya hanya untuk menjemput Kiana. Menunggu sampai pagi datang pun tidak mungkin. Sepanjang menunggu itu, sudah pasti Arya akan terbebani oleh perasaan bersalahnya pada Rian.

***





<