cover landing

Headline

By tuesdayat7am

Bunga Shafira

Rang 27 times

Hari ini langit berwarna merah. Jakarta beraromakan anyir darah. Seseorang kembali mati hari ini. Ia jatuh dari ketinggian 15 meter. Semalaman penuh ia berjuang untuk tetap bertahan hidup. Namun, tangan seseorang, kemarahan seseorang, ambisi seseorang, mengatakan hal lain. Memberi akhir hidup bagi sosok yang kini meninggalkan jejak darah berwarna merah. Mengental seiring berjalannya waktu. Malam ke pagi, pagi ke siang, siang ke malam. Mungkin warnanya akan memudar. Namun, aromanya akan selalu berada di sana.

Bunga Shafira

Rang 27 times

Alfa berdiri tepat menghadap garis batas polisi yang dipasang mengelilingi papan panjat tebing. Papan setinggi 15 meter itu milik klub pecinta alam. Beberapa kali dalam seminggu digunakan sebagai media untuk berlatih. Walaupun mungkin untuk beberapa hari ke depan, klub pecinta alam tidak akan dapat menggunakannya. Setidaknya hingga kasus Bunga Shafira menemui titik temu. Apa yang menyebabkan murid peraih peringkat pertama di SMA Cendrawasih itu melompat dari bibir tebing.

Bunga Shafira

Rang 27 times

Dari tempatnya berdiri, Alfa masih mampu membaui aroma besi tua. Darah Bunga. Cairan yang kini mulai berubah menjadi kehitaman. Pekat. Lama ia mengamati darah yang masuk ke sela-sela conblock. Membuat pola kotak-kotak berwarna abu-abu itu kini juga mendapat warna baru. Merah kehitaman. Alfa mengamatinya seraya menyadari, ia juga menjadi penyebab kematian Bunga.

Bunga Shafira

Rang 27 times

Pertanyaan-pertanyaan kembali bermunculan dari benak Alfa, kenapa? Kenapa Bunga memilih menghubunginya sebelum melakukan bunuh diri―atau begitulah desas-desus yang beredar mengenai kematiannya. Kenapa Bunga memilih terjun dari papan panjat tebing, ia adalah murid nomor satu di SMA Cendrawasih, kan? Apakah ini berhubungan dengan buku catatan Arini? Apakah kedatangan Bunga ke ruang klub jurnalistik berhubungan dengan benda itu? Jika demikian, apa lagi yang harus ia ketahui untuk mengungkap isi buku catatan Arini?

Bunga Shafira

Rang 27 times

Ia menyapu ke sekeliling. Tempat ini tidak dapat dikategorikan sebagai tempat tertutup. Papan ini berada tepat di samping lapangan basket dan masih mengambil sebagian tempat darinya. Jika Bunga memang melakukan bunuh diri, maka jelas sekali ia ingin seluruh sekolah mengetahuinya. Namun, kenapa Bunga ingin semua orang mengetahui kematiannya?

Bunga Shafira

Rang 27 times

Alfa merogoh saku celana. Mengambil ponsel hitam miliknya. Benda yang dihubungi oleh Bunga 27 kali sebelum kemudian ia temui gadis itu digotong drakbar. Sebelum sirene ambulans kembali terdengar keluar dari SMA Cendrawasih. Dan, benda yang berhasil menjadikan Alfa kehilangan muka di depan Bunga. Bahkan ia tidak berani membersamai kepergian ambulans. Seperti yang ia lakukan ketika mobil tersebut membawa Arini.

Alfa Prambudi

Not Answered

Seseorang juga tengah memeriksa ponsel Bunga yang menghubungi Alfa semalaman. Not Answered. Sudut bibirnya melengkung. Ia mengamati punggung Alfa yang menghadapnya. Pemuda itu masih berdiri di depan papan panjat tebing milik klub pecinta alam. Terdiam dengan tangan menggenggam erat sebuah benda pipih. Ia yakin itu adalah ponsel yang berusaha dihubungi oleh Bunga semalaman. Sebelum bergantian, dirinya yang mengambil alih benda itu.

Alfa Prambudi

Not Answered

Alfa tidak menjawab. Hanya itu yang ia tahu. Sebelum kemudian Bunga menurutinya untuk menaiki papan setinggi 15 meter. Masih teringat dengan jelas gentar yang menyalur ke sepasang kaki Bunga, atau jeritan memekak ketika gadis itu jatuh dari jarak 15 meter di atas tanah, atau ketika maut menjemput Bunga tepat di hadapannya. Hal yang sangat wajar dibayarkan gadis itu. Ya, pembayaran yang setimpal.

Alfa Prambudi

Not Answered

Tujuh detik. Itu adalah kecepatan maksimal Bunga saat terjun dari bibir papan panjat tebing setinggi 15 meter. Kecepatan itu membuat organ tubuh bagian dalam milik Bunga rusak. Mematahkan tulang bagian belakang dan di dekat kepala. Merusak pembuluh yang mengalirkan darah keluar dari jantung, terputus dan rusak. Merusak sirkulasi oksigen. Menghentikan fungsi otak.

Alfa Prambudi

Not Answered

Ia menjadi saksi proses kematian 7 detik Bunga. Gadis itu sudah tidak bernapas ketika ia turun. Yang didapatinya hanya genangan darah merah. Sebagian besar dari kepala bagian belakang Bunga. Darah yang esok hari membuat Alfa berdiri mematung. Tak berkutik meski bel panjang tanda pelajaran dimulai terdengar berdentang. Ia masih melihat pemuda itu berdiri di sana.

Alfa Prambudi

Not Answered

Dibukanya ponsel milik Bunga. 2 menit 54 detik. Durasi ketika Alfa tak dapat dihubungi dan Bunga memutuskan merekam percakapan mereka. Ia menekan tombol play. Suara deru napas gadis itu terdengar. Sudut bibirnya kembali terangkat. Itu adalah bagian paling mengasyikan malam tadi. Deru napas ketakutan. Aroma kematian.

Alfa Prambudi

Not Answered

“Kenapa Bunga? Tidak bisa menghubungi temanmu?”

Bunga melirik ponselnya yang kini melakukan perekaman suara. “Kenapa harus saya? Kenapa harus kami!” teriaknya frustrasi. Suaranya bergetar.

Alfa Prambudi

Not Answered

Gemetar kakinya tak lagi dapat disembunyikan. Ada beberapa hal yang ia benci, salah satunya adalah ketinggian. Dan, papan panjat tebing milik klub pecinta alam terang saja masuk ke dalam kategori itu. Bunga membenci tempat ini, dan Bunga membenci semua yang pernah ia lakukan hingga terhubung dengan sosok tersebut. Seseorang di hadapannya yang kini menampilkan seringai menyeramkan. Menjijikkan! Sesuatu yang tak pernah ia lihat sebelumnya. Ditambah dengan botol kecil berwarna bening dengan sebuah suntikan. Ia juga membencinya. Namun, Bunga mencoba untuk tak takut. Meski lantas benda itu menancap pula di lengannya.

Alfa Prambudi

Not Answered

“Dengan begini, tanganmu sudah tidak dapat lagi bergerak,” ucap pria itu. Menghabiskan botol seukuran dua ruas jari dalam sekali suntik.

Alfa Prambudi

Not Answered

Alfa tidak menanggapi panggilannya. Pemuda itu mengabaikannya. Membuatnya terjebak di atas ketinggian 15 meter dengan peluh mengucur deras. Ia memberanikan diri melirik ke bawah. Pening. Kepalanya merasakan pening luar biasa. Tidak ada apa pun yang dapat ia jadikan sandaran sekarang. Ah, lagi pula apa gunanya benda itu saat ini? Toh, Bunga sadar, sebentar lagi ia akan mati. Sama seperti Arini.

Alfa Prambudi

Not Answered

Namun, Bunga jatuh. Ia terjatuh seraya memegangi erat dada kirinya. Nyeri dan ngilu menjadi perpaduan kala itu. Harusnya ia hanya merasakan gemetar akibat trauma dengan ketinggian. Namun, gadis itu gemetar karena hal lain. Sesuatu yang telah masuk ke dalam pembuluh darah venanya. Menyebar ke seluruh tubuh hingga berhasil membuatnya ambruk seketika.

Alfa Prambudi

Not Answered

“Tenang saja, Bunga, itu gratis. Percuma. Anggap saja sebagai bingkisan perpisahan karena sebentar lagi kita tidak akan pernah bertemu.”

Alfa Prambudi

Not Answered

Bunga mengenali sensasi ketika tubuhnya dimasuki oleh benda itu. Zat serupa yang rupanya telah ia konsumsi selama hampir setahun belakangan ini. Amfetamina. Bunga lebih mengenalnya sebagai ‘multivitamin’. Benda yang telah berpengaruh untuknya dapat masuk ke kelas favorit. Menjadi bagian dari 25 murid SMA Cendrawasih yang terpilih.

Alfa Prambudi

Not Answered

“Kamu tahu Bunga, apa yang akan terjadi jika kamu terjun dari tempat ini?” Ia mendengar jerit tertahan Bunga ketika jarum suntik terlepas dari lengannya. Jarak keduanya kian terkikis. Aroma keringat dan parfum yang sering diiklankan televisi tercium. Aroma pengantar kematian Bunga.

Alfa Prambudi

Not Answered

“Tujuh detik. Kamu akan mati dalam tujuh detik. Tulang belakangmu akan patah, pembuluh darah dan organ dalammu akan rusak, setelah itu otakmu mati. Teriak? Kamu tidak akan bisa berteriak lama-lama, Bunga. Lagi pula, tidak ada seorang pun yang akan mendengar kecuali kami.”

Alfa Prambudi

Not Answered

“Tapi sepertinya kamu tidak akan mati selama tujuh detik, Bunga. Kenapa? Dosisnya terlalu banyak, ya?”

Alfa Prambudi

Not Answered

“Ap-apa! In-ni yang Anda lakukan pada … Ari―ni?” Bunga bernapas satu-satu. Tangannya mencengkeram erat dada sebelah kirinya yang luar biasa ngilu.

Alfa Prambudi

Not Answered

Ia menggeleng. “Arini berbeda. Apa kamu sedang merekamnya? Kalau begitu, baik, akan saya jelaskan,” timpalnya diakhiri senyum.

Alfa Prambudi

Not Answered

Rekaman itu memuat pengakuan atas kematian Arini. Hasil yang dilakukan Arini karena berhasil menghantuinya sepanjang hampir satu semester. Membawanya dalam pusaran lain yang tidak akan pernah ia lupakan. Sebelum gadis itu juga berakhir di ujung pisaunya. Tak lama sebelum Bunga juga mati di ujung kakinya. Harga yang sangat wajar, bukan?

Alfa Prambudi

Not Answered

Ia mengambil ponsel yang terletak di saku depan kemeja gadis itu. Menekan tombol stop sebelum lantas memasukkan ke saku celananya sendiri. Ia mencondongkan tubuh. Memosisikan diri tepat di hadapan Bunga yang hanya dapat bernapas satu-satu.

Alfa Prambudi

Not Answered

“Kalau saja kalian tidak ikut campur, kalau saja kalian diam,” Sudut matanya bergerak ke samping. Dilihatnya peluh yang menetes dari pelipis Bunga. Mata gadis itu memerah. Maut tengah menyapa gadis itu. “Kalian tidak akan berakhir di kuburan, Bunga.”

Alfa Prambudi

Not Answered

Pekik Bunga tak pernah muncul bahkan ketika tubuhnya terdorong dari bibir papan panjat tebing. Mereka sempat beradu mata. Ia dengan seringai di ujung bibir, dan Bunga dengan segala rahasia yang harus ditelannya mentah-mentah. Rahasia mengenai kematian Arini, rahasia tentang kematiannya, dan rahasia tentang kelas favorit, juga rahasia tentang SMA Cendrawasih. Bunga adalah pemutus rantai rahasia tersebut.

Alfa Prambudi

Not Answered

Pria itu kemudian melangkah setelah bunyi berdebam keras tubuh Bunga yang menghantam conblock. Diamatinya lagi dua benda di tangannya, sebuah suntikan dan botol bekas amfetamina dengan kadar 99%. Wajahnya berubah mengeras. Benda ini. Pria itu mencengkeramnya erat-erat. Hingga berhasil pula ia dapati secuil luka dari ujung jarum suntik. Menampilkan darah berwarna merah cerah.

Alfa Prambudi

Not Answered

Melalui tubuh Bunga yang terkulai, bayang-bayang kematian lain silih berganti menghampiri. Meski semuanya berasal dari sosok yang sama. Sorot mata Bunga di bibir tebing membawanya kembali ke masa 13 tahun lalu. Jerit tertahan Bunga sebelum tubuhnya melayang jatuh dan menghantam lantai conblok mengingatkannya pada pekik sosok 13 tahun lalu. Jarum suntik dan botol seukuran dua ruas jari telunjuk di tangannya ini berserakan di samping tubuh dari sosok 13 tahun lalu. Satu sosok berhasil menjadi penyebab dari semua simpul yang harus ia urai. Seorang diri.

Alfa Prambudi

Not Answered

Kenapa tidak asing. “Alfa Prambudi, ya?”

***





<