cover landing

I Am Okay But I Lie

By mufidaaa

Bermodalkan tas ranselnya, dia menutupi kepalanya dan berlari kencang menerobos hujan. Gara-gara air yang tergenang di depan gerbang, kaos kakinya di bagian dalam akhirnya basah.

Dia sampai di koridor yang sepi. Kalau hujan begini, para siswa pasti lebih senang berada di dalam kelas.

“Anak Kecil!”

Atau mungkin tidak bagi Fathur dan Yuda. Keduanya terlihat sedang bermain bola kaki di bawah guyuran hujan. Dengan tubuh tanpa seragam beserta celana olahraga yang sudah tentu basah, mereka tidak peduli. Aren menggelengkan kepalanya. Padahal, pukul sembilan nanti ada jam olahraga. Memangnya celana mereka masih bisa kering di cuaca seperti ini?

Yuda mendatangi Aren. “Enggak bakalan olahraga kalau cuacanya kayak gini, kan?” ujarnya seakan mendengar pertanyaan di benak Aren.

Iya juga, sih .…

“Terus, kenapa manggil gue?” tanya Aren.

Fathur tersenyum dari jauh. Tiba-tiba, Yuda langsung menarik Aren ke tengah lapangan. Aren berusaha sekuat tenaga untuk menarik tangannya, tapi kekuatan Yuda bukan main-main. Kalau dia makin berontak, kelihatannya seperti rusa yang tetap berontak meski sudah digigit singa. Alhasil, dia menyerah diseret oleh ketua klub futsal itu.

Aren diguyur hujan.

“Ayo, Aren! Kamu jadi kipernya!” seru Fathur sembari mencipratkan air kepada Aren.

“Enggak mau!”

“Woi, jangan lariii!”

“Tungguin kita, Reeeen!”

“Anak kecil larinya cepet banget, sih!”

Aren berlari kedinginan menuju kelas. Tentu saja dengan Fathur dan Yuda yang mengejar di belakangnya.

***

“Semuanya, perhatian! Aren habis mandi hujan bareng kita berdua!” Fathur dengan bangganya mengumumkan hal tersebut kepada seisi kelas.

“Asoooi!”

Rinai hujan basahi aku .…

“Enggak apa-apa kali, Aren mandi hujan! Dia kan, anak kecil!” Kalimat Yuda disambut tawa seisi kelas.

Aren ikut tertawa. “Gila, dingin banget! Tanggung jawab, seragam gue jadi basah gara-gara kalian berdua!”

Ciko mendatangi bangku Aren. “Kalau seragam, mungkin kita bisa tanggung jawab. Tapi, kalau rambut lo … enggak akan bisa!”

Ciko, anggota komplotan Fathur dan Yuda yang baru muncul, membuat tawa seisi kelas pecah lagi. Aren ikut tertawa juga. Trio Kwek-Kwek ini selalu lucu. Aren sampai mengeluarkan air mata kalau tertawa akibat ulah mereka.

“Rambut lo habis kena air hujan jadi lepek!”

Aren menyentuh rambutnya. Ah, iya, dia lupa. Dia punya rambut keriting yang sebenarnya baik-baik saja. Namun, kalau kena air … rambutnya menjadi sangat jelek.

“Ren, rambutnya habis dikasih baking soda? Ngembang banget di bawahnya! Hahaha!”

Aren mencubit perut Fathur. Mendengar teman-teman cowok dan ceweknya tertawa, Aren juga ikut tertawa, lagi. Dia menyentuh rambutnya dengan pasrah. Solusinya hanya satu, dikeringkan lalu diikat. Masalahnya, dia tidak menyiapkan karet darurat. Dia sadar sedang hujan, namun tidak pernah kepikiran akan diisengi Fathur dan Yuda seperti ini.

“Sini, sini. Gue ikat rambutnya, Ren.” Yuda berdiri di belakang Aren. “Waduh! Berat banget rambutnya! Besar dan berat seperti sarang burung, hahaha!”

Aren menutup wajahnya dan tertawa. Yuda, awas, ya!

***

Dua bulan sebelum tahun 2019 berakhir. Ulangan akhir semester satu sudah dekat. Awal bulan Desember, semua akan mulai berperang. Akhir tahun akan selalu menjadi yang paling ditunggu, karena setelah ulangan, OSIS mengadakan Porseni. Setelah Porseni berakhir, acara ulang tahun sekolah pun datang.

Rambut Aren sudah kering, berkat kipas elektrik mini milik Gia. Aren menggunakannya sampai baterai kipas itu habis. Gia tidak masalah, kipas mini itu tidak dibutuhkan dalam cuaca dingin seperti ini. Aren akan membawanya pulang, berjanji membawanya besok dengan kondisi fully charged.

Sudah tiga jam pelajaran yang kosong. Fenomena yang biasa terjadi kalau ulangan sudah dekat. Materi pelajaran sudah habis. Tinggal jam kosong menyenangkan yang mengiringi para murid. Sampai akhirnya, Pak Ferdinan muncul di ambang pintu kelas. Yang tidur tetap tidur. Yang bermain kartu di atas meja guru langsung membentuk barisan untuk menutupinya.

“Belajar apa?”

“Kimia, Pak .…”

“Disuruh ke aula sekarang. Cepat.”

“Bawa pulpen enggak, Pak?”

“Bawa diri aja. Ayo cepat.”

Seperti yang sudah-sudah …. Sejak resmi menjadi siswa kelas 12, mereka lebih sering ke aula. Apalagi kalau bukan untuk sosialisasi kampus, bimbingan belajar, dan rasionalisasi nilai. Mereka bahkan sudah hafal materi yang disampaikan, yang ujung-ujungnya promosi bimbingan belajar.

Sosialisasi tentang UTBK, SBMPTN, SNMPTN, dan jalur mandiri. Empat kata kunci yang mewarnai kehidupan siswa SMA menjelang ujian. Walaupun sudah mengerti sistematika dan persyaratan, mendengar sosialisasi berulang-ulang tidak buruk juga. Para siswa yang ambis punya kesempatan bertanya tentang jurusan dan kampus impian mereka.

Setelah sosialisasi selesai, rombongan cewek 12 IPA 2 berbelok menuju kantin. Mereka memilih untuk nongkrong di kantin terakhir, Kantin Tanpa Nama. Alasannya, karena kantin tersebut jarang didatangi guru pengawas. Selain itu, ibu kantinnya, Bu Onde juga ramah dan sabar. Dipanggil Bu Onde karena pipinya yang bulat saat tersenyum seperti kue onde-onde.

“Pada enggak belajar, nih? Mau pesan apa?”

“Es teh aja, Bu.”

“Oke!”

Hana menopang dagunya. “Padahal, baru kemarin kita MOS. Sekarang udah risau pilih jurusan buat kuliah.”

“Baru aja kemarin kita kenalan, sekarang udah mau pisah .…”

“Pengen nangis kalau ingat tahun depan kita udah kuliah.”

“Enggak ada lagi apel sama upacara kayak di SMA.”

“Yee! Itu mah bagus!”

“Setelah tiga tahun di SMA, kita bakalan beradaptasi lagi di lingkungan kuliah. Harus kenalan dan bersosialisasi lagi supaya dapat teman.”

“Ada enggak, ya, Trio Kwek-Kwek kayak di kelas kita di kampus gue nanti?”

Semuanya menggeleng. Aren menatap teman-temannya yang lesu. Bahkan, setelah menyeruput es teh, raut wajah mereka tetap tidak berubah. Aren pikir, apakah mereka lesu karena kenangan SMA atau gelisah karena tahun depan akan menjadi sangat berat? Banyak tangga yang harus mereka lalui untuk mencapai lantai bernama ‘kampus’.

Stop sedih-sedihan! Kita bisa reuni di ulang tahun sekolah dengan jas almamater kampus masing-masing! Gimana?”

Gia mengangguk. “Sasya Fakultas Kedokteran. Hana Fakultas Kedokteran Gigi. Jian mau daftar STAN. Semoga gue dapat gelar SH juga. Aamiin!”

Semua mengaminkan dengan tulus. Gia menoleh ke arah Aren. “Kalau Aren?”

Aren melepas pandangannya dari sedotan yang ia mainkan sejak tadi. Dia fokus pada minumannya, tapi tetap mendengarkan pembicaraan mereka. Seperti ada dan tidak ada pada saat yang sama. Aren tersenyum tipis menanggapi pertanyaan mendadak Gia.

“Belum pasti, Gi.”

“Lho, kok, belum pasti? Tahun depan udah penjurusan, lho. Kalau belum yakin, mendingan lo tes bakat aja di tempat langganan gue. Bayar, sih. Tapi, worth it, kok.” Sasya menyarankan, kemudian didukung anggukan oleh yang lain.

“Atau ... mendingan langsung les persiapan UTBK aja di tempat gue. Bisa konsultasi jurusan juga. Akhir tahun ada promo, lho. Daripada daftar tahun depan, biayanya kembali normal.” Seperti mbak-mbak di mal, Jian begitu lancar mempromosikan tempat bimbingan belajarnya.

Aren mengangguk. “Iya, iya. Nanti gue pikirin lagi, deh.”

“Lo maunya di jurusan apa? Enggak ada yang terlintas gitu?” tanya Sasya.

Belum ada. Atau mungkin enggak akan pernah. “Memang belum ada, sih ….”

“Tapi, lucu, ya, kalau Aren kuliah. Badannya masih kayak anak SD, hehe.”

Aren mengibaskan rambutnya. “Bagus, dong. Jadi yang paling imut.”

“Nanti jas almamatermu pasti kegedean, hahaha.”

Aren tertawa mendengar penuturan teman-temannya. Dia menenggak es tehnya sampai tandas. Aren bahkan mengunyah es batu di dalamnya. Bel jam pelajaran selanjutnya berbunyi. Dalam hati, dia sangat bersyukur bel berbunyi. Setidaknya, pertanyaan-pertanyaan yang mungkin muncul bisa terhenti.

Aren seperti sedang berada di tengah-tengah orang tua dengan hunjaman pertanyaan yang sama setiap hari: “Kapan nikah?”. Dia bisa merasakan persamaan situasi tersebut dengan situasinya saat ini. Dan sama seperti yang dirasakan orang-orang itu, dia juga akan mencoba tersenyum dan menjawab sebisa mungkin.

Serta menghindar dengan hati-hati.

 

GRUP Pecinta Gula Aren (6)

Hana   : Gila, ngapain nanyain jurusan kuliahnya Aren? Hahahaha

Jian     : Dia enggak bakalan kuliah, begoooo

Fani    : Lo sengaja kan, Sya! Haha

Sasya  : Parah, ngapain juga ikutan promosi tempat bimbel?! Dia enggak punya uang buat ikut gitu-gituan, kali!

Gia      : Hahahha

Jian     : Jahat bangetttttt, ‘anak SD’

Hani    : ‘Almamater kegedean’. Tega banget lo Gia sama teman sebangku sendiri….

Diana  : Sumpah, kalau dia beneran kuliah…

Gia      : Kenapa, sih? Kan, jadi yang paling ‘imut’. Kalau sampai gue ketemu dia dan rambutnya enggak dibenerin juga… gue suruh botakin aja tuh, kepalanya

 

Sepanjang jalan menuju kelas, Gia tak henti-hentinya menahan tawa sambal menatap layar ponselnya. Dia beradu tatap dengan para anggota grup chat yang sedang berjalan bersamanya. Mereka kelihatan bahagia.





<