cover landing

I'm A Chef Not A Killer

By Tn.Typo

Bau amis menyeruak. Perutku terasa mual, melilit tak tertahan. Sebisa mungkin aku menutup hidung dengan tangan karena tidak ada masker yang bisa kupakai untuk menutupnya. Mataku tak henti menatap tubuh tak berkepala di atas kloset. 

Sudah hampir tiga puluh menit kami berdiri di toilet perempuan, menatap tubuh tak bernyawa yang dipastikan pernah bekerja di restoran ini. Hanya saja belum diketahui kejelasan identitasnya. Kepalanya masih belum ditemukan.

Sejujurnya, aku tak sanggup melihat darah berceceran di toilet ini, berbaur dengan genangan air di beberapa tempat, termasuk di sudut toilet. Darah itu kontras dengan lantai keramik yang putih. Namun, rasa penasaran menahan kakiku untuk tetap di sini.

Kemudian seorang pria yang sudah lama kukenal berlari terengah-engah menuju kemari. Bulir keringat membasahi kening hingga tubuhnya, termasuk pakaiannya. Kuduga itu bukanlah keringat karena ia berlari, melainkan karena takut. Wajahnya pucat, ia berdiri gemetar. “A-aku melihat kepala di toilet pria,” katanya gugup.

Tidak ada yang menyangka, orang bertubuh kekar bisa pucat karena ketakutan.

Aku menghela napas lega. Setidaknya sedikit misteri sudah terungkap. Tinggal mencari korban dan pelakunya.

Pak Renaldo, manajer restoran yang juga ada bersama kami, berlari menuju toilet pria. Tak mau dihantui rasa penasaran, aku pun ikut serta. Demikian juga beberapa karyawan yang cukup berani.

Selama perjalanan menuju toilet, aku membayangkan mata kepala itu memelotot tajam, menatap orang-orang yang datang melihatnya. Seolah-olah menaruh dendam atas ketidaktahuan kami bahwa ia telah tiada. Benar saja, setibanya di pintu toilet, kepala seorang wanita tergeletak di lantai kamar mandi, menatap tajam ke arah pintu.

Aku bergidik. Rasa takut mulai menyergap. Aku khawatir ia akan menghantuiku, datang saat aku terlelap. Seperti adegan film horor yang kutonton bulan lalu.

 ***

 





<