cover landing

Jinxed Land

By Honey Dee


Aku mencoba mengerjap lagi, menyingkirkan bayangan senyum yang begitu kusuka dari masa lalu. Aku berusaha untuk tidak mengingatnya sama sekali, seperti yang kulakukan dalam tiga tahun belakangan ini. Bernapas! Bernapas! Aku hanya perlu bernapas, lalu semua akan pergi. Begitu yang dikatakan oleh terapis, kan? Aku hanya perlu meyakinkan diri sendiri kalau tidak akan ada hal buruk yang terjadi. Aku akan baik-baik saja. Semua akan baik-baik saja. Hidupku normal. Segalanya normal. Aku hanya perlu berbicara saat ini, mengeluarkan semua yang telah kususun dalam satu minggu ini.

“Maaf,” kataku setelah membuka mata. Aku tidak berusaha tersenyum karena aku memang tidak pernah melakukannya. “Kita lanjutkan lagi,” kataku lagi sambil menekankan jari pada pinggiran meja. Rasa sakit selalu mengingatkanku untuk tetap ada di sini, bukan tenggelam dalam bayangan setan masa lalu.

Kupindahkan slide dengan remot di tanganku. “Saya kembali pada penjelasan sebelumnya sebentar.” Aku berdehan pelan beberapa kali. “Banyak orang yang berpikir kalau penyalahgunaan yang paling berbahaya adalah penyalahgunaan obat terlarang, minuman keras, bahan kimia berbahaya yang bisa digunakan untuk mabuk seperti rebusan pembalut bekas pakai, hingga penyalahgunaan kekuasaan. Sebenarnya ada penyalahgunaan lain yang bisa menyebabkan rentetan masalah, yaitu penyalahgunaan kelamin. Penis yang sejatinya digunakan untuk ekskresi urin dan alat reproduksi digunakan secara berlebihan dan bukan pada tempatnya untuk kesenangan. Vagina yang seharusnya menjadi alat ekskresi urin dan pintu utama pembuahan juga digunakan sebagai organ tubuh yang disewakan. Hal ini bukan hanya menyebabkan masalah-masalah yang bukan hanya masalah fisik akibat eksploitasi bagian tubuh tersebut, tetapi juga masaah sosial, psikologi, hingga pelanggaran terhadap norma yang lebih serius.”

“Asek!” 

Aku tersentak karena seruan usil itu. Anak-anak sekelas terbahak-bahak mendengarnya. 

Mereka bukan menertawakanmu, Bianca. Mereka cuma melakukan kebodohan anak SMA biasa.

“Sudah! Sudah!” kata Pak Sahibe dengan senyum lebar. “Ini penting, lho. Materi yang dibawakan sama Bianca ini bagus banget. Saat kita semua memikirkan ‘penyalahgunaan’ yang lebih ribet, dia memikirkan ‘penyalahgunaan’ yang lebih sederhana, tapi efeknya memang luar biasa. Penyalahgunaan alat kelamin—eh, kemaluan, ya? Nah, iya. Penyalahgunaan kemaluan ini efeknya bukan cuma di orang yang melakukan saja, tapi rentetannya ke mana-mana. Ada banyak yang bisa kena dampaknya. Pelakunya cuma dua, tapi bisa merembet menyeret banyak orang yang kena.”

“Kalau pelakunya lebih dari dua namanya gangbang, Pak.”

Anak-anak yang lain tertawa. Dicky yang merasa selorohannya sukses membuat teman-temannya tertawa lagi mengangkat kerahnya dan menampilkan wajah sombong. Yah, dia memang sama dengan namanya, dicky. Yang ada di pikirannya hanya kemaluan saja. Orang seperti dia ingin menunjukkan kalau dia itu laku, sudah pernah menyentuh banyak cewek. Aku berani bertaruh, pengalaman seksualnya hanya sebatas menonton website porno saja.

“Kalian itu kalau diajakin ngomong soal seks, cepert bener. Istigfar kamu! Masih kecil sudah tahu aja sama gituan. Nanti saya telepon ibumu biar periksa history browser-mu,” kata Pak Sahibe sambil tertawa yang menyatakan kalau dia sebenarnya hanya bercanda. 

Kalau aku jadi guru, saat ini juga aku langsung membuka browser-nya dan mempermalukannya sekalian, biar dia tahu kalau perbuatannya itu salah. Apa yang kuharapkan? Sekalipun anak-anak sekelas tahu apa yang ditontonnya, mereka hanya akan tertawa. Tidak ada yang menganggap menonton video porno itu melanggar undang-undang.

“Silakan, Bianca! Silakan lanjutkan!” Pak Sahibe membuat tanda dengan tangan untuk menenangkan mereka.

“Terima kasih, Pak Sahibe.” 

Aku melihat pada laptop lagi. Kali ini aku tidak merasa tegang lagi seperti sebelumnya. Setelah tahu kalau yang kuhadapi hanya anak-anak dungu yang cuma memikirkan isi website porno saja, aku tidak lagi merasakan ketakutan seperti tadi. Yang ada di dalam diriku hanya kemarahan. 

“Yang barusan kita lihat adalah contoh betapa permisifnya orang-orang di Indonesia yang katanya merupakan negara dengan budaya ketimuran. Kita membicarakan seks seolah seks adalah hal tabu yang menyenangkan. Banyak sekali orang tua yang rela menampar anaknya saat anaknya bertanya, ‘Ma, apa itu seks? Bayi itu keluar dari mana? Gimana cara bikinnya? Apa itu ngewe, Ma? Mengentot itu yang gimana?’ Saya yakin, kalau ada yang bertanya begini pada orang tuanya pasti mendapatkan amukan. Namun, saya juga yakin di lain waktu orang tua-orang tua yang marah saat anaknya bertanya tentang seks itu menyebutkan tentang seks secara sembunyi-sembunyi dengan wajah memerah dan jantung berdetak kencang.”

Aku melihat mereka semua satu per satu untuk mendramatisir efeknya, lalu berkata, “Mereka menyukainya.”

Tidak ada satu pun yang memberikan reaksi. Mereka terlalu tegang untuk melakukannya. 

“Kita bukan tidak suka melakukannya. Kita hanya tidak suka jika seks dibicarakan secara terbuka. Inilah yang menyebabkan edukasi mengenai seks menjadi tabu sehingga informasi tentang seks tidak berjalan seperti yang seharusnya. Namun, kita lebih suka membicarakannya diam-diam, mencobanya secara diam-diam. Kita semua merasa lebih bisa dan lebih mengerti tentang seks dari yang lain hanya karena sering menonton adegan seksual dari website porno. Anak-anak menuliskan cerita porno di platform untuk memuaskan khayalan mereka, fetish mereka tanpa sepengetahuan orang tua. Hal inilah yang menyebabkan informasi mengenai seks menjadi menyimpang dan banyak orang yang merasakan lonjakan adrenalin saat melakukan penyalahgunaan kelamin. Bagi kita semua, seks itu tantangan. Seks itu sebuah simbol keberanian karena telah melanggar sesuatu.”

“Di sekolah, di kantor, di kamar mandi umum, di rumah kosong, di hotel-hotel murah atau mahal, di bangunan yang terbengkalai, semak-semak, kuburan, hingga taman-taman kota orang-orang melakukan penyalahgunaan kemaluan dengan sangat intense, jauh dari SOP atau aturan dalam berhubungan seksual yang seharusnya. Mereka tidak lagi memikirkan tentang kebersihan atau kesehatan. Pokoknya asal enak saja. Seks telah menjadi candu, menyuntikkan dopamin dalam kadar tinggi dalam darah dari hasil orgasme, bukan lagi kesejukan dari oksitosin. Orang-orang makin lama makin kecanduan hingga akhirnya rela melakukan apa saja untuk merasakannya lagi dan lagi, bahkan jika harus memperkosa dan membunuh orang lain.”

Tidak satu pun yang bersuara saat aku menyelesaikan pidato panjang itu sambil menekan-nekan remot hingga slide berpindah-pindah sampai ke akhir slide. Mereka semua melihatku dengan tatapan tegang, bahkan Pak Sahibe juga. Mungkin, mereka memikirkan yang kukatakan. Mungkin juga mereka merasa malu karena ikut menertawakan lelucon Dicky tadi. Aku tidak tahu dan sungguh aku tidak peduli. Aku sudah lama menghapus kepedulian tentang perasaan orang lain dalam kepalaku. Bagiku, mereka semua sama, hanya memikirkan diri mereka sendiri. Mereka hanya peduli pada orang yang ingin mereka pedulikan.

“Sekian penjelasan dari saya. Jika ada yang salah, saya minta maaf dan berharap kalian semua mau mengoreksinya. Saya tidak minta maaf jika ada bagian dari penyampaian saya yang menyinggung kalian karena memang untuk itulah presentasi ini saya buat. Terima kasih dan selamat siang,” kataku sambil menunduk di depan anak-anak yang sudah bergerak gelisah. Setelah ini sudah pasti mereka akan mendiamkanku lagi, bahkan Cindy pasti akan memberi batas di antara meja tempat kami duduk, kembali memperlakukanku seperti penderita kusta. Aku tidak akan lagi merasa sakit hati. Sudah biasa. Cindy selalu begitu kalau mengambek. 

Setelah membereskan laptop, aku berbalik ke tempat dudukku sendiri. Namun, aku melihat ke pintu. Cowok melihatku dari kaca pintu yang transparan. Hidung panjangnya hampir menempel pada kaca. Mata biru-kelabunya yang kecil terlihat mirip dua sobekan kecil pada wajahnya yang kemerahan. Cowok itu menatapku lekat. lalu tersenyum lebar saat menyadari aku sedang melihatnya. Garis wajah yang kata anak-anak Cloverton membuatnya sangat tampan itu mengembung, memperlihatkan lesung pipi di kiri. Dengan malas aku berpaling dan memberikan jari tengahku padanya. 

***

Catatan Penulis

Halo, Little Bees! Kita kembali ketemu lagi di Cabaca. Kali ini saya membawakan cerita yang lebih nganu dari Evelyne. Hihihi… Tidak akan ada anak kecil yang tersakiti di sini. Ceritanya akan lebih meremaja dan lebih santai. 

Pasti kalian nggak percaya kalau saya bilang “santai”. Wkwkwkwk…

Sebelum kita lanjut, saya mau tanya ke kalian, mau bikin Catatan Penulis di setiap bab apa nggak? Kalau banyak yang minta, akan saya buatkan. Kalau ternyata kalian terganggu dengan Catatan Penulis ini, saya nggak akan bikin di cerita ini. Entar aja di bagian akhiiiirrrrr banget ceritanya.

Untuk kali ini, saya akan membahas tentang air rebusan pembalut bekas dan popok bayi yang digunakan untuk mabuk. Sebenarnya, banyak pakar yang puyeng juga sama kelakuan orang-orang Indonesia ini. Kok bisa sih pada mikir pembalut bekas bisa dijadikan bahan mabuk? Orang pada bilang kalau darah haid itu yang bisa bikin mabuk. Sebenarnya nggak. Peneliti sudah sampai migrain ngetes darah haid. Selain bahan yang ada dalam darah plus bakteri, nggak ada unsur dalam darah haid yang bisa bikin mabuk. Hormon juga nggak bikin mabuk. Nah, akhirnya, jatuhlah pada kesimpulan kalau polyethylene yang bikin orang mabuk.

Serat polyethylene yang ada pada pembalut ini merupakan serat sintetis yang terbuat dari proses fermentasi sodium bicarbonate (NaHCO3). Bahan ini juga ada pada bahan seperti perekat, cat, pelumas, dan lain-lain. Bahan ini memang memiliki efek yang bikin dizzy dan efek lain yang miriplah ya dengan mabuk (Bahkan bisa sampai muntah keracunan juga) jika dipanaskan dalam suhu tinggi selama beberapa waktu. Sebenarnya uapnya saja bisa bikin mabuk, tapi orang-orang rupanya kurang puas. Jadi, pada minum itu air larutan pembalut bekas. 

Tentu saja ini nggak bagus karena dalam pembalut itu ada klorin juga yang bisa mengikis saluran cerna manusia. Dalam jumlah sedikit, efeknya memang tidak terlalu terasa, tapi dalam jumlah yang besar atau dilakukan secara terus-menerus, larutan ini bisa menyebabkan kematian. Kalau “cuma” meninggal aja, sih, ya udah, ya. Nggak ngerepotin orang lain. Kalau sampai kena efek keracunan, terus kerongkongannya melepuh dan seumur hidup harus makan lewat selang yang dimasukin lewat hidung. Apa nggak menderita? Bisa malah jadi beban keluarga banget ini namanya. 

Kalau mau efek mabuk, kenapa sih nggak naik bus yang ada pengharum lemonnya sepuluh biji? Kalau nggak gitu, habis makan bakso pedas, terus main ayunan kenceng-kenceng gitu. Kan efeknya sama nih, muntah, pusing dan teler juga?

Heran saya. Banyak banget orang yang berpikir mabuk bisa bikin pikiran tenang. Kalau mau pikiran tenang tuh kerja keras, cari uang yang banyak. Yang bikin tenang itu saat semua kebutuhan terpenuhi dan bisa beli bacotan tetangga nyinyir. Ingat kata Bruce Wayne saat ditanya Superman apa superpower-nya? Dengan santai dia bilang, “Aku kaya.”

Udah, deh. Pada kicep semua. Wkwkwkwk….

Ketenangan itu ada dalam hati kita, Sayang. Ketenangan itu saat kita fokus dalam mengerjakan sesuatu, terutama jika kita menyukai yang kita kerjakan. Ketenangan itu tercipta saat kita tidak lagi mengikuti apa yang dipikirkan orang lain, tapi lebih pada mendengarkan diri kita sendiri. 

Eh, ya. Tolong ingatkan saya dalam komen kalau saya salah dalam penjelasan ini, ya. Thank you for advance.

Sampai jumpa pada bab berikutnya, ya.

Salam sayang,

Honey Dee

 

 





<