cover landing

Jodoh di Sebelah

By VitaSavidapius

Menjadi gitapati dan mayoret adalah sebuah kebanggaan para gadis yang tergabung dalam marching band Gita Perdana. Dua posisi itu selalu menjadi incaran bagi mereka yang memiliki paras rupawan, ingatan yang kuat,  juga lincah cenderung genit dan berduit. Tapi sepertinya kali ini Coach Miko salah memilih.

Ada lima gadis kelas tujuh yang duduk di kantor sekolah,  mereka rata-rata memiliki dua dari syarat utama tolok ukur gitapati maupun mayoret. Dan Mika Panduwinata tidak termasuk dari syarat-syarat itu. 

Kulitnya cenderung eksotis, dengan paras di bawah rata-rata lengkap dengan gerombolan jerawat di kedua pipi. Tingginya masih berproses,  kemungkinan sedikit melambat.  Dia memang lincah, yang cenderung tidak bisa diam. Satu-satunya yang membuat gadis dengan rambut ikal itu memiliki alasan untuk tidak kabur adalah dia susah melupakan sesuatu.

Saat Mika yang sibuk dengan takaran-takaran absurd di kepalanya, suara deheman laki-laki membawa gadis itu kembali ke dunia nyata.

“Baiklah, sepertinya kalian sudah tahu alasan kenapa kalian dikumpulkan di sini?” Manik sehitam pantat penggorengan itu menatap satu persatu para gadis. “Kalian terpilih menjadi kandidat mayoret. Ada beberapa hal yang membuat saya memilih kalian,  semoga pilihan saya tepat. Dan tolong rahasiakan soal ini dari anak-anak lainnya. Kita tunggu keputusan dari Waka Kesiswaan.”

Satu minggu berikutnya menjadi hari penuh ketegangan. Bohong kalau Mika bisa bersikap biasa saja. Menjadi mayoret memang bukan impiannya. Tapi jika pilihan itu ada di depanmu,  masa iya mau disia-siakan?

Tepat di minggu kedua  sehari sebelum penampilan pertama marching band mereka,  saat break latihan Mika  melihat Coach Miko masuk ke ruang guru bersama waka kesiswaan,  Pak Ruslan. Karena penasaran,  gadis itu meninggalkan teman-temannya yang sesama kelas tujuh dan sama-sama menjadi color guard.

Dari kaca yang transparan tanpa gorden, Mika berdiri di sudut tembok.  Di dalam ruang guru,  sudah ada kakak kelasnya,  Lea dan adiknya, Nada. Mika masih ingat, Nada menjadi salah satu dari lima orang pilihan Coach Miko.  Mereka terlihat mengobrol serius dan sesekali terbahak. 

Tak dapat mencuri dengar sepatah pun,  Mika menempelkan telinga ke kaca. Membuat pipinya rata dan basah.  Saat Mika berganti ke telinga satunya, tanpa sengaja matanya bertemu kerutan alis milik Coach Miko.

Sial,  ketahuan!

Mika buru-buru kabur namun gagal saat dada kerempeng lelaki menghadangnya.

“Asem!  Ngapain sih,  berdiri di tengah jalan?” Mika mengusap hidungnya yang minimalis dan menatap garang pada lelaki di depannya.

“Udah,  enggak usah berharap terlalu lebay. Pilihan Bang Jat bakal kalah kalau Pak Ruslan sudah berkehendak.”

Mika mengernyit,  bau keringat bercampur lemon membuat perutnya bergejolak. Mika yakin,  badan Ario sudah basah di mana-mana.

“Bukan urusanmu, Rio. Udah sana,  aku mau balik.” Mika tak menoleh saat lelaki setengah jangkung itu menghela napas dalam. 

Tangan mungil itu gemulai memutar dan meliuk tongkat yang terbuat dari pipa air. Warna-warni bendera berkelebat membentuk sebuah simbol yang indah.  Mika berkonsentrasi dengan kode-kode dan menghitungnya dengan nada. Saat asyik menikmati latihan color guard, Coach Miko datang bersama Lea dan Nada.  Kakak beradik yang berbeda satu tahun itu tersenyum manis.

“Minta perhatiannya sebentar ya,  guys. Besok siang, kita tampil perdana setelah latihan selama kurang lebih enam bulan. Semoga besok berjalan lancar dan kalian sehat-sehat semua.  Ayo kita latihan sekali lagi.”

Lea,  yang di tahun sebelumnya menjadi mayoret, tahun ini naik tingkat menjadi gitapati atau bisa dibilang pemimpin utama. Gadis itu berdiri di depan barisan sambil membawa tongkat mayoret,  kemudian menyerahkan tongkat itu pada Nada dan Dinda. 

Bahu Mika terkulai,  dia bahkan tidak menyadari sejak kapan Dinda yang merupakan sepupu Nada dan Lea, juga berdiri di sana. 

Mika menghela napas kasar, seingatnya kemarin Dinda tidak termasuk dalam lima orang yang terpilih.  Apakah ini bau-bau pengaturan?

Tak mau ambil pusing terlalu lama,  Mika meraih tongkat bendera dan bergerak sesuai irama. Walau dia tidak terlalu berharap,  tapi hatinya sedikit kecewa.

Mika melirik Coach Miko yang berdiri tak jauh darinya, segera gadis itu melengos ketika ditatap balik.  Dia kesal karena terlalu berharap pada kakaknya Ario itu. Bertetangga dengan Coach Miko tak menjamin Mika menjadi pilihan lelaki itu.

***





<