cover landing

Kiss Me At Dawn

By ranieva

Anya memijat kakinya lagi. Sudah tidak dapat dihitung berapa kali Anya harus melepas heels-nya. Buku-buku jari kakinya sudah memerah dari tadi, merengek pada majikannya untuk segera direndam dalam air hangat yang harum lavender. Anya melirik jam tangan dan sahabatnya, Kana, bergantian. Kerut-kerut di dahi Anya mulai muncul ketika disadarinya hari sudah semakin malam.

"Kana!" serunya, menghampiri sahabatnya yang masih sibuk memilih pakaian dalam di salah satu gerai. "Ayo pulang, ini udah malem banget!”

Arkana Deva Sashikirana hanya melirik sahabatnya sekilas dan kemudian melanjutkan perburuan. Kesal karena tak diacuhkan, Anya berbalik untuk kembali menunggu di tempat duduk yang ada di luar gerai. Sakit sekali kakinya setelah hampir empat jam menemani Kana window shopping. Anya paling malas kalau Kana sudah mulai melirik gerai sepatu, tas, dan pakaian dalam. Entah apa yang disukainya dari ketiga gerai itu, yang pasti Anya ingin segera pulang.

"Anya!" seru Kana dari dalam gerai. Cukup keras sehingga terdengar dari tempat Anya menunggu. "Ini cocok banget buat kamu! Aku beliin, yah!"

Wajah Anya seketika memerah ketika Kana melambaikan sebuah lingerie hitam yang manis padanya. Refleks Anya berdiri untuk mencegah Kana membelinya, tapi terlambat karena Kana sudah berlari kecil ke arah kasir. Anya terduduk kembali dengan lemas. Yang pasti Anya benar-benar kesal pada Kana kali ini.

Bukan pertama kalinya Kana mengisengi Anya seperti ini. Sebelumnya, bahkan Kana merencanakan blind date untuk Anya dan cukup membuat Anya uring-uringan seminggu penuh. Bukan apa-apa, Anya hanya ingin sendiri dulu. Setahun merantau ke Jakarta karena tuntutan pekerjaan, Anya benar-benar terbantu berkat Kana, yang sudah lebih dulu bekerja di Ibu Kota. Anya berterima kasih karenanya, tapi Anya memang tak pernah bisa membiarkan keisengan Kana yang terkadang berlebihan.

"Ya ampun, dia lucu sekali …."

Mendengar suara tawa tertahan, Anya sontak menoleh ke samping. Matanya menyipit begitu mendapati seorang laki-laki tengah berusaha menutup mulut dan memalingkan wajahnya. Entah kenapa Anya merasa terhina oleh tawa laki-laki itu, tapi tak berniat menegurnya.

"Oh, sori," ujar lelaki itu ketika menyadari pandangan tajam Anya terarah padanya. "Saya nggak bermaksud menertawakan Anda."

Anya mengernyit. "Maaf, tapi dalam pandangan saya, Anda memang tengah menertawakan saya," ujar Anya sengit.

"Ah maaf, maaf .... Saya nggak sengaja melihat apa yang teman Anda lakukan tadi .... Saya pikir itu sangat lucu." Laki-laki itu kembali membenamkan wajah ke dalam kedua tangannya. Mungkin dia berniat baik untuk tidak melukai perasaan Anya, tapi Anya sudah kepalang malu karenanya.

"Hello, my dear sweetheart Anya! Let's go home!" Sebelum Anya menanggapi lelaki di sampingnya itu, Kana sudah berada di depannya. Tanpa perlawanan, Anya menurut saja ketika Kana menyeretnya pergi. Toh, Anya juga tidak mau berurusan lebih lanjut dengan lelaki tadi.

"Kamu apa-apaan sih, Na! Malu banget tadi!" cerocos Anya, sebal. Kana hanya memandangnya dengan mata yang seolah-olah tersenyum. Langkahnya sedikit cepat, menandakan kegirangan yang berlebih. "Na, dengerin dulu! Kamu itu ya dibilangin susah, deh!" seru Anya, kesal karena Kana tak menjawab protesnya.

"Buruan pulang, yuk! Ntar kita coba di apartemen, ya! Oh ya, tadi aku dapat bonus karena jadi member di Karpov, tapi bonusnya baru datang besok. Aku minta dikirimkan ke apartemen kita aja."

Anya memelotot mendengarnya. "Kamu udah bikin aku malu tadi dan sekarang kamu masih nyuruh aku pake itu!" pekiknya tak percaya.

"Nggak apa-apa kali, Nya. Kan nggak kamu liatin siapa-siapa!"

"Nggak, pokoknya nggak!" Anya tahu protesnya tidak akan berpengaruh pada Kana dan dia kesal sekali. "Eh, tunggu, Na, aku mau beli buku yang aku bilang ke kamu waktu itu ...."

Kana memandang sahabatnya, masih dengan senyuman di wajah. "Tentu, dear. Lingerie ini masih bisa menunggu!"

“Oh, come on!” Anya mencebik sambil melangkah memasuki toko buku, dengan Kana terkikik di belakangnya.

Anya mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru toko buku dengan cepat. Kakinya terlalu lelah untuk melangkah dan kepalanya mulai berdenyut-denyut. Anya segera membayar buku yang dengan segera dia temukan dan menyeret Kana keluar dari mal secepatnya. Dia hanya ingin memanjakan kaki di air hangat beraroma lavender favoritnya.

"Itu kenapa sih rame-rame?"

Pertanyaan Kana mau tak mau membuat Anya memperlambat langkahnya dan melempar pandangan ke arah keramaian yang disebutkan oleh Kana. Anya sedikit penasaran ketika ada sedikit keributan di gerai tempat Kana membeli lingerie tadi. Namun, rasa lelahnya lebih besar dibanding rasa penasaran. Anya pun mempercepat langkahnya menyeret Kana ke parkiran mobil.

"Paling juga ada flash sale gitu. Buruan yuk pulang! Capek banget sumpah!"

***

Anya baru saja selesai mandi ketika bel pintu apartemen berbunyi. Anya segera melilitkan jubah mandi dan membelit rambut basahnya dengan handuk.

Siapa sih yang bertamu selarut ini? batinnya, sedikit merasa terganggu.

Anya membiarkan Kana membukakan pintu apartemen karena jelas tidak mungkin dia menyambut tamu dalam keadaan setengah telanjang. Ini keuntungan berbagi apartemen dengan orang lain. Anya tidak harus menyambut tamu dadakan tanpa persiapan.

"Nya, buruan ke sini!"

Anya baru saja melangkahkan kaki ke kamar ketika Kana memanggilnya. "Bentaran, Na! Siapa sih malam-malam bertamu!" balas Anya tak kalah keras, bergegas memakai pakaian yang layak.

"Udah buruan ke sini, deh!" Kana masih saja berteriak.

"Iya, iya bentar!"

Anya keluar lima menit kemudian. Dengan rambut masih setengah basah dan harum sabun aromaterapi masih menempel di tubuh, Anya menghampiri tamu tengah malamnya. Anya hampir saja berteriak dan berlari masuk ke kamarnya lagi ketika melihat siapa orang itu. Namun, Anya segera menguasai diri dan segera duduk di samping Kana, yang jelas terlihat pucat.

"Selamat malam, Nona ...."

"Anya," jawab Anya singkat, menerima uluran tangan laki-laki di hadapannya. Laki-laki yang sama yang menertawakannya di mal tadi. Anya sudah berpikir laki-laki itu penguntit sampai dia mengeluarkan dompet dan menunjukkan identitasnya.

“Polisi? Ada apa, ya?” Anya mulai curiga dan sedikit panik tentunya. Apalagi melihat Kana yang beringsut di sampingnya. “Dan dari mana Anda tahu tempat tinggal kami? Kami tidak melakukan kesalahan apa pun di jalan tadi, kok.”

"Perkenalkan, saya Hugo Tristan, dari Bareskrim Polda Metro. Saya mendapat alamat Nona Kana dari Karpov karena terdaftar sebagai member." Laki-laki itu berdeham. "Maaf mengganggu Anda berdua malam-malam, tapi saya terpaksa kemari mengingat pentingnya urusan ini. Dan ini bukan tentang pelanggaran lalu lintas atau semacamnya."

Anya masih terdiam, tangannya meraih jemari Kana yang mulai berkeringat. Sesuatu ini pasti berurusan dengan hal buruk.

"Jadi …. Seperti yang Anda berdua tahu, saya tadi mengecek daftar pelanggan Karpov hari ini. Nama Nona Kana ada di daftar tersebut." Reserse itu kembali berdeham. "Jadi, seperti yang sudah saya bilang kepada Nona Kana barusan …."

Anya kembali menatap sahabatnya yang kini merunduk sambil menggenggam erat jemarinya. Apa hubungan Kana dengan kedatangan polisi ini?

"Kebetulan yang buruk bagi Anda berdua karena berada di lokasi kejadian hari ini—"

"Apa maksud Bapak?" tanya Anya, semakin tak sabar mendengar penjelasan berbelit-belit polisi itu.

Reserse polisi itu menghela napas panjang. "Nona Arkana termasuk salah satu saksi dalam pembunuhan seorang pramuniaga Karpov, Melinda Gracia, yang terjadi hari ini."

Anya membelalak mendengar itu. Seakan menolak apa yang dia dengar barusan, Anya melempar pandangan menuntut pada sahabatnya yang kini merunduk semakin dalam. Jelas ada ketakutan di dalam diri Kana, membuat Anya ikut bergidik.

"Dan Anda, Nona Anya, yang juga berada di TKP saat waktu perkiraan kematian korban, juga menjadi saksi kasus ini.”

"Kami harus bagaimana setelah ini, Pak?" tanya Anya, kembali menemukan suaranya, yang sedari tadi sulit dikeluarkan.

Hugo Tristan memejamkan mata dan menghela napas panjang. "Mohon maaf, saya tahu ini tidak sopan, tapi saya harap Anda berdua bisa ikut saya untuk proses selanjutnya di Mabes. Jadi saya mohon kerja samanya untuk mengikuti proses sesuai prosedur yang ada."





<