cover landing

Miss Gold Digger

By Ria N. Badaria

Dia turun dari mobil mahal yang cat hitamnya mengilap seperti baru saja dipulas minyak. Senyum mengembang di wajahnya. Senyum yang dia kembangkan untuk laki-laki yang membukakan pintu mobil untuknya.

Gadis itu bernama Alaine Muller. Nama yang terdengar asing untuk dipakai orang Indonesia. Nama yang saat mendengarnya saja membuat orang-orang tertarik untuk melihat siapa pemilik nama itu. Bukan, dia bukan orang asing, hanya setengahnya dalam dirinya mengalir darah asing. Ayahnya berkebangsaan Perancis, sedangkan ibunya asli Indonesia.

Lahir sebagai anak berdarah campuran membuat Alaine dianugerahi paras yang cantik dan tubuh tinggi ramping yang nyaris sempurna. Rasanya tidak akan mudah mencari celah dari penampilan Alaine. Bola matanya yang indah berwarna hijau gelap. Rambut cokelat gelap yang sedikit bergelombang, tergerai cantik menutupi leher jenjangnya. Hidung dan bibirnya… Ah sulit rasanya menggambarkan kecantikan Alaine hanya dengan kata-kata. Kalian perlu melihatnya langsung agar kalian bisa melihat betapa indahnya Tuhan menciptakan mahkluknya.  

Saat ini banyak mata menjatuhkan tatapan iri sekaligus meremehkan pada gadis 23 tahun itu. Tidak sedikit pula kalimat bernada gunjingan diarahkan padanya. Namun, ada satu orang yang memberikan tatapan berbeda untuknya, tatapan sayang yang tulus.

Laki-laki itu berdiri jauh darinya, diam-diam tersenyum saat matanya mengikuti langkah gadis yang di setiap gerakannya memancarkan kecantikan yang sulit ditampik pesonanya.

Dia adalah Raka, Raka Aditya. Seseorang yang begitu dekat dengan Alaine Muller. Seseorang yang memahami Alaine, lebih dari memahami dirinya sendiri. Seseorang yang sejak dulu menyatakan diri sebagai sahabat, namun diam-diam menyembunyikan perasaan istimewa untuk gadis yang hampir semua laki-laki nilai istimewa.

 

***

 

Apa itu cinta? Jika pertanyaan ini diajukan pada Alaine Muller, dengan lugas dia akan memberi jawaban bahwa cinta adalah menerima. Karena memang itu yang selama ini dilakukan oleh Alaine saat cinta diarahkan padanya.

Bagi Alaine, penting mencari seseorang yang menyatakan diri mencintainya, yang mau memberikan apa yang dia minta. Sejak kecil Alaine telah memberikan banyak hal dalam hidupnya pada takdir yang Tuhan gariskan untuknya. Karena itu di saat seseorang menyatakan diri jatuh cinta padanya, orang itu haruslah seseorang yang bersedia memberikan apa pun yang dibutuhkannya, sebagai pengganti belas kasih Tuhan atas dirinya.

Cowok yang baru saja membuka pintu mobil SUV untuknya bernama Mario, seorang content creator terkenal. Dia kekasih ke…kesekian yang dipacari Alaine. Cowok kaya, murah hati yang bersedia memberikan apa pun yang Alaine butuhkan.

Alaine menyadari langkahnya ini diiringin tatapan iri dan cibiran dari banyak orang. Semua orang menatapnya dengan tatapan yang memberi penilaian atas dirinya. Tapi apa pun makna dari tatapan yang mengikutinya, Alaine tidak pernah peduli. Mereka bebas memikirkan apa pun tentang dirinya. Mereka bebas memberi penilaian apa pun, sungguh Alaine tidak peduli.

Orang-orang yang hanya bisa menilai itu, tidak ada bersamanya saat ia harus hidup sebantang kara setelah takdir merenggut kenyamanan dalam hidupnya. Jadi untuk apa ia peduli pada penilaian orang-orang itu.

Alaine tidak merasa yang dilakukannya salah. Menerima perasaan dari seseorang yang jatuh hati padanya apakah itu kesalahan? Apa menerima pemberian dari orang yang menyatakan diri peduli padanya, itu juga salah?’ Rasanya tidak. Alaine tidak pernah meminta apa lagi memaksa para laki-laki itu untuk memberinya banyak hal. Kalau mereka secara sukarela memamerkan apa yang mereka miliki dengan memberi banyak hal padanya, apa Alaine juga yang harus dipersalahkan?

Perempuan mata duitan. Itu julukan yang diberikan banyak orang pada Alaine. Gadis cantik yang hanya mau dekat dengan laki-laki berduit. Julukan yang terkadang secara ironis membuat Alaine merasa bangga.

 

***

 

“Hai, Ka.”

Alaine mendatangi Raka yang duduk di salah satu bangku beton di taman kampus. Raka hanya tersenyum membalas sapaan Alaine. Raka menutup buku referensi untuk bahan skripsi yang sedang dikerjakannya.

“Pacar lo udah pergi?” tanya Raka dengan nada datar.

“Udah. Dia katanya ada jadwal bikin video sama timnya,” jawab Alaine seraya mendudukkan diri di samping Raka.

“Lo enggak mau ikutan bikin video kayak dia. Jadi youtuber terkenal, banyak duit?” Raka menyadari ada nada sinis dalam kalimatnya.

“Gue enggak bakat bikin yang gitu-gitu,” kata Alaine dengan nada setengah mengeluh. “Gue suka susah bergerak kalo di depan kamera.”

Raka tertawa, untuk seseorang yang memiliki penampilan sempurna seperti Alaine, yang ke mana pun menjadi pusat perhatian, rasanya aneh mendengar Alaine menyatakan dia tidak percaya diri di depan kamera. Saat ini saja, ketika Raka menatap Alaine merapikan rambut yang diterpa angin yang berembus di sekitar taman, Raka seperti sedang menonton iklan shampoo.

Lihat berapa banyak pasang mata yang memberikan pandangan kagum pada sosok Alaine. Bahkan tidak sedikit yang berhenti melangkah dan berhenti melakukan aktivitasnya hanya untuk fokus menatap Alaine.

Raka tidak tahu berapa banyak cowok di sekitar taman ini yang iri dan ingin menempati posisinya sekarang. Biasanya hanya cowok tampan berduit yang bisa berada di sisi Alaine. Tapi dirinya…

Raka tidak memiliki apa pun dalam hidupnya, untuk kuliah pun ia harus bekerja keras. Lalu bagaimana tepatnya cowok seperti Raka bisa bertemu dan berteman sedekat ini dengan seorang Alaine Muller. Butuh cerita panjang untuk menjelaskan, cerita yang juga akan menceritakan seperti apa perjalanan hidup Alaine Muller yang sebenarnya.

Alaine memang memiliki fisik menganggumkan yang membuat orang-orang akan iri dan kagum padanya. Namun sayangnya, Tuhan menciptakan garis hidup Alaine tidak seindah saat menciptakan kecantikannya.

Berbanding terbalik dengan keindahan fisiknya. Sejak kecil Alaine sudah ditempa kesulitan dalam hidupnya. Ketika dia masih kecil, dia harus mengadapi perceraian orangtuanya. Ayah Alaine kembali ke Perancis, menjadikan Alaine hanya dibesarkan oleh ibu tanpa sosok ayah. Tidak lama setelah perceraian. Ibu Alaine mulai sakit-sakitan, hingga akhirnya meninggal dunia.

Ditinggalkan ayah dan ibunya membuat Alaine hidup sendiri di usia 10 tahun. Beruntung masih ada neneknya yang bersedia mengambil tanggung jawab untuk membesarkan Alaine. Itu pun tidak berlangsung lama. Alaine harus kembali mengadapi kehilangan. Di usianya yang baru genap 15 tahun, nenek Alaine meninggal dunia.

Setelah kematian nenek yang merupakan keluarga terdekat Alaine satu-satunya, Alaine hidup seorang diri di rumah peninggalan neneknya.

Tentu tidak mudah bagi anak mana pun dipaksa keadaan untuk mengurus dan membiayai hidupnya seorang diri. Terlebih tidak banyak yang ditinggalkan keluarga Alaine untuk hidupnya. Anak seusianya mungkin akan menjerit histeris mengadapi situasi yang menempatkan diri mereka harus berjuang untuk hidupnya sendiri, tapi tidak bagi Alaine.  Dia punya caranya sendiri untuk bertahan.

Menjadi lemah bukan pilihan yang bisa Alaine ambil jika ingin melanjutkan hidupnya, dan sejak kematian neneknya Alaine mulai berubah. Seperti tahu apa yang harus dia manfaatkan untuk bertahan, Alaine mulai menjadi sosok pemikat para cowok kaya. Alaine mulai dikenal sebagai gadis yang pandai menebar pesona.

Banyak cowok yang jatuh hati padanya hingga mereka rela memberikan apa yang Alaine butuhkan tanpa diminta. Anak pemilik yayasan sekolah, anak pejabat tinggi pemerintahan, sampai pemain sinetron pernah terjerat pesona Alaine.

“Gue enggak punya keluarga dekat yang mau menopang hidup gue, karenanya gue butuh seseorang yang mampu menopang hidup gue.”

Itu yang Alaine katakan setiap kali pertanyaan tentang mengapa dia selalu mencari pacar cowok-cowok kaya.

Sebagai sahabat yang tahu seperti apa sulitnya kehidupan Alaine setelahnya neneknya meninggal, Raka tidak pernah menilai yang dilakukan Alaine salah. Apa menerima pemberian dari seseorang yang menyatakan diri peduli dan menyayangi adalah kesalahan? Rasanya tidak.

Bersahabat sejak kecil dengan Alaine membuat Raka mampu memaklumi semua hal yang dilakukan Alaine. Ya, Raka memang mengenal Alaine sejak kecil. Alaine dan neneknya dulu tinggal di dekat panti asuhan tempat Raka tinggal. Sebelum meninggal nenek Alaine sering membantu mengurus anak-anak di panti asuhan, karena itu Alaine sering datang ke panti dan menjadi akrab dengan Raka.

Awal mengenal Alaine, Raka mengira gadis cantik dengan paras serupa orang asing itu adalah gadis yang sombong, hingga Raka tidak berani menyapa lebih dulu. Alaine yang lebih dulu menyapanya, mengguratkan senyum dengan ramah padanya dan mengulurkan tangan persahabat-an pada anak laki-laki pendiam yang sejak lahir tinggal di panti asuhan.

Keramahan Alaine adalah awal persahabatan Raka dan Alaine. Mereka tertawa bersama, menangis bersama, dan tumbuh bersama dalam sepi yang ditakdikrkan Tuhan untuk hidup mereka.

“Hari ini habis kuliah lo mau ke mana, Ka?”

Pertanyaan Alaine mengembalikan Raka dari ingatan masa lalu yang membuatnya hanya duduk diam.

“Kerja gue,” jawab Raka. “Bentar lagi bayaran semester, gue harus minta tambah jam kerja di restoran burger supaya dapat upah lebih banyak.”

Raka menarik napas berat, membayar kuliah selalu menjadi beban berat baginya. Setelah memutuskan keluar dari panti setelah lulus SMA, Raka harus membiayai hidupnya sendiri. Membayar sewa kamar kost, membayar biaya hidup dan kuliahnya, itu semua harus dipenuhi Raka sendiri. Maka selama kuliah Raka dikenal menjadi paling sibuk di antara teman-temannya. Ia bekerja di restoran burger selesai kuliah, terkadang di hari libur kuliah pun ia mencari pekerjaan tambahan lain untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya.

“Kalo lo butuh uang, gue ada. Uang gue lagi banyak,” kata Alaine dengan senyum lebar menghiasi wajah cantiknya.

“Uang dari mana?” tanya Raka. “Dikasih Mario?”

“Bukan dikasih langsung sih, tapi ya dari Mario juga.” Alaine seperti bingung dengan jawabannya sendiri. “Beberapa hari lalu Mario kasih banyak barang ke gue. Ada tas mahal, jam mahal. Semua gue jual deh. Jumlahnya bisa bayar uang semester gue sama uang semester lo.”

“Terus kalo Mario tanya ke mana barang yang dia kasih, gimana?”

“Ya gampanglah. Tinggal beli yang KW,” jawab Alaine santai.

Menjual barang pemberian dari pacarnya memang biasa dilakukan Alaine, itu salah satu cara Alaine mendapatkan uang dari mereka. Kembali Raka menyatakan Alaine tidak salah melakukan itu. Seseorang bisa melakukan apa pun pada barang yang telah diberikan padanya, bukan? Tapi entah mengapa Raka tidak pernah bisa menerima bantuan dari uang yang Alaine hasilkan dengan cara seperti itu.

“Gue masih bisa cari uang sendiri,” tegas Raka. Dia bangun dari kursi beton yang didudukinya, menyandangkan tas ransel ke bahunya. “Gue harus jalan sekarang, Al. Ada yang perlu gue urusin sebelum ke restoran.”

“Lo kenapa sih enggak pernah mau terima bantuan gue?”

Alaine menahan Raka yang hendak pergi. Raka terpaksa kembali duduk, dan mengadapi Alaine yang kesel dengan penolakannya.

“Menurut lo uang gue haram ya?” sergah Alaine.

Raka mendesah pelan. Memang selalu seperti ini setiap kali Raka menolak tawaran Alaine untuk memakai uangnya.

“Enggak ada yang salah dengan uang lo.” Raka berusaha memberi penjelasan. “Demi Tuhan gue berterima kasih untuk semua tawaran bantuan dari lo. Tapi biarin gue jadi orang yang masih punya harga diri dengan enggak selalu terima bantuan dari lo.”

Alaine diam. Tidak ada lagi rentetan kalimat kesal yang keluar dari mulutnya. Alaine kembali bisa menerima penjelasannya, membuat Raka lega.

“Lo datang ke kampus buat bimbingan skripsi, kan?” Alaine mengangguk membenarkan “Baliknya dijemput siapa?”

“Mario,” jawab Alaine datar.

“Nanti kalau diajak makan sama Mario, jangan mau diajak makan yang pedes-pedes, nanti maag lo kambuh lagi kayak kemarin.” Alaine kembali memberi anggukan

“Ya udah gue jalan ya,” kata Raka akhirnya. “Nanti kalau lo udah sampai rumah kabarin gue.”

Raka melangkah pergi setelahnya. Hubungan pertemanan seperti apa yang selama ini dijalani Raka bersama Alaine? Entahlah, Raka sendiri tidak memiliki jawaban pastinya. Yang jelas Raka menyayangi Alaine sebagai seseorang yang ia kenal dan pedulikan sejak lama. Apakah rasa sayang Raka adalah rasa sayang seorang sahabat pada sahabatnya? Atau rasa sayang karena alasan lain… Raka belum berani memutuskan.

***





<