cover landing

Mr. Wrong

By def

Sakit. Mungkin itu hanya ungkapan sederhana yang biasa orang gunakan namun memiliki banyak arti di dalamnya. Begitupun dengan Hazel Kneiling yang kini sedang melangkah masuk ke gedung dimana sedang diadakannya sebuah acara pernikahan. Hazel memaknai sendiri arti sakit yang ia alami. Bagi Hazel, sakit yang ia rasakan adalah sakit yang tak tergambarkan. Sakit yang ia alami terasa sangat dalam di hatinya dan berdampak besar untuk fisiknya. Untuk melangkah saja rasanya begitu berat dan terasa lemas apalagi jika nanti ia sudah berhadapan dengan Noah Branson—mantan kekasihnya. Hazel bahkan tak bisa bayangkan bagaimana nanti ia akan berhadapan dengan Noah dan istrinya untuk memberikan ucapan selamat. Rasanya sangat berat dan tidak sanggup, terlebih setelah apa yang Noah lakukan padanya.

"Hazel, angkat kepalamu! Jangan biarkan lelaki itu melihatmu terpuruk!" Jase Rowen—manajernya—berbisik di telinga Hazel.

Hazel melirik lelaki itu. "Jase, sudah kubilang bahwa datang kesini bukanlah ide yang bagus."

Jase menahan decakannya. Sebenarnya ia sudah lelah dan gemas sekali kepada Hazel yang terus-terusan menghidari masalahnya. "Hazel aku mengajakmu kesini bukan untuk meratapi nasib, tapi aku ingin kau menunjukan bahwa kau wanita yang kuat. Tunjukan pada si brengsek yang sudah merendahkanmu itu bahwa kau lebih bahagia darinya."

Hazel mendengus keras. "Bagaimana caranya? Aku bahkan datang kesini bersamamu, aku tak mungkin mengaku-aku sebagai kekasihmu sementara semua orang tahu bahwa kau adalah manajerku."

Jase memutar matanya. "Itulah mengapa sebelumnya aku menyuruhmu untuk mengajak teman pria. Namun kau tak mau."

"Lalu aku harus bagaimana?"

Jase menatap Hazel sejenak, mereka menghentikan langkahnya. "Bagaimana kalau kau cari lelaki di sini dan minta tolong padanya untuk menjadi kekasih bohonganmu?"

Seketika bibir Hazel menganga. "Kau gila ya?! Aku tidak mungkin melakukan itu! Lagian mana ada yang mau melakukannya?! Kebanyakan mereka datang bersama pasangannya Jase."

"Shh ... tenanglah Hazel."

"Bagaimana aku bisa tenang?!"

"Ini demi kebaikan dan harga dirimu Hazel."

Hazel menatap Jase malas.

"Kau harus membalas apa yang sudah Noah lakukan padamu. Setelah lelaki itu menolakmu berkali-kali dan merendahkanmu maka sekarang saatnya kau tunjukan pada si brengsek itu bahwa kau bisa melupakannya."

"Aku tahu Jase, tapi masalahnya siapa pria yang bersedia melakukan itu denganku?"

Jase menatap gemas. "Kau itu Hazel Kneiling dan kau sangat terkenal. Hanya lelaki bodoh sejenis Noah yang berani mencampakkanmu."

Hazel menghela napasnya lelah. "Sudahlah, aku mau cari makanan dulu. Kau, carilah lelaki itu dan tunjukan pada Noah jika kau bisa bahagia darinya dan mendapatkan lelaki yang lebih diatas si brengsek itu," ujar Jase lalu melangkah pergi menuju tempat khusus makanan yang sudah disediakan untuk tamu undangan.

Hazel berdecak kesal. Ia akhirnya berjalan berkeliling untuk mengikuti saran sesat dari Jase. Hazel mengedarkan pandangannya. Tak satu pun ada lelaki yang menarik hatinya, setidaknya lewat wajahnya saja. Ada memang beberapa, namun kebanyakan mereka datang bersama pasangannya. Hazel tidak mungkin bukan mengajak pria itu begitu saja, yang ada ia pasti akan menjadi bulan-bulanan media karena terlibat pertengkaran bersama wanita hanya karena kekasih bohongan saja.

Hazel menghentikan langkahnya, ia mengambil segelas cocktail dari pelayan yang menawarinya. Ia sedikit meneguknya. Rasanya ia ingin menyerah dan pulang saja. Ide Jase pasti tak akan berguna dan membuat Noah kembali padanya. Hazel memang sakit hati pada Noah, namun jika saja Noah ingin kembali padanya Hazel pasti dengan senang hati akan menerima Noah.

Bodoh? Memang. Tak ada cinta yang membuat seseorang menjadi jenius.

Hazel kembali mengedarkan pandangannya hingga kemudian matanya menangkap sosok lelaki yang sangat mencuri perhatiannya diantara pria lain yang sedang mengobrol dengannya. Hazel tak mengenal lelaki itu, tapi saat pertama kali melihat wajahnya Hazel langsung tertarik. Mata Hazel bergerak dari bawah hingga atas menatap lelaki tersebut seakan ini pertama kalinya untuk Hazel melihat lelaki tampan ciptaan Tuhan. Hazel akhirnya memberikan gelas cocktailnya pada pelayan yang lewat di depannya setelah itu Hazel melangkah menuju lelaki tersebut. Entah mengapa kini tingkat keberaniannya bertambah drastis. Ia bahkan tak mengenal orang itu, lalu apa yang akan pertama kali ia katakan belum Hazel pikirkan.

"Permisi …." Suara Hazel menghentikan obrolan tiga lelaki itu. Ketiganya menatap Hazel sejenak, sementara mata Hazel tertuju pada si pria tampan yang menarik perhatiannya.

"Bisa kita berbicara sebentar?" Akhirnya kalimat itu yang terlontar.

Ketiganya saling menatap.

"Kau ingin berbicara dengan siapa, Nona?" tanya lelaki kulit hitam yang menganakan jas biru tua.

"Em ... dia." Tatapan mata Hazel mengarah pada lelaki yang mencuri perhatiannya.

Dua lelaki yang sepertinya adalah temannya langsung mengangguk.

"Alright, we gotta go."

Mereka bersalaman dengan si lelaki pencuri perhatian lalu dua orang itu tersenyum sopan kepada Hazel dan pergi meninggalkan Hazel bersama si lelaki pencuri perhatian.

Sekarang, apa?

Hazel berdiri gugup di depan lelaki itu, sementara dia menatap Hazel dengan santai.

"Ada yang bisa aku bantu?" tanyanya.

Hazel menggigit bagian dalam bibirnya. "Umm ... ya, aku ingin minta tolong padamu."

"Sure, apakah itu?"

Hazel mengepalkan jari tangannya gugup. "Apakah kau datang sendiri?"

Lelaki itu mengangguk, "Yeah."

"Well, good then."

Dahi lelaki itu mengerut melihat wanita di hadapan yang tidak dikenalnya itu meskipun wajahnya tidak asing dalam ingatannya.

"Aku ingin kau-"

"Hazel?"

Ucapan Hazel terhenti. Tubuhnya mematung ketika seseorang memanggil namanya. Perlahan ia menoleh dan benar saja dugaannya.

Noah dan istrinya berada di belakangnya. Hazel merapatkan bibirnya. Ia berbalik untuk menghadap mereka lalu mundur selangkah agar bisa berdiri sejajar dengan si pencuri perhatian.

"Hai, Hazel. Aku kira kau tidak datang." Noah sedikit terkejut.

Hazel menelan salivanya.

"Dan Jericho? Kalian saling mengenal?"

Mata Hazel sedikit melebar, ia melirik lelaki di sampingnya.

"Kami-"

"Jericho adalah kekasihku," ujar Hazel dengan cepat memotong ucapan Jericho.

Dua orang di hadapannya langsung bungkam, namun matanya tak bisa menyembunyikan keterkejutannya. Terlebih lagi ekspresi Noah.

"Kekasihmu?!" pekik Noah tak menyangka.

Hazel mengangguk, ia melirik Jericho dan dengan gerakan cepat mencium bibir lelaki yang sedikit lebih tinggi darinya. Setelah itu Hazel tersenyum tipis, lalu ia menggandengan lengan Jericho yang ternyata terasa kekar meskipun terbalut jas hitam.

"Selamat untuk kalian berdua, semoga kalian bahagia," ujar Hazel menatap keduanya bergantian.

Istri Noah perlahan tersenyum. "Terima kasih."

Sementara Noah masih diam seakan tak percaya dengan apa yang sedang ia hadapi sekarang. Apalagi Hazel terang-terangan mencium Jericho di hadapannya dan tamu undangan.

"Ayo Sayang, aku sangat lapar." Hazel melirik sekilas Jericho kemudian kembali menatap pasangan di hadapannya.

"Noah, Bethany, boleh kami permisi untuk mencicipi hidangannya?"

Noah mengangguk pelan. "Ya, silahkan."

"Terima kasih." Hazel tersenyum dan melangkah pergi meninggalkan mereka dengan tangan yang masih menggandeng mesra Jericho di sampingnya.

Beberapa undangan terang-terangan memperhatikan keduanya dengan berbagai macam tatapan dan ekspresi saat Hazel dan Jericho berjalan melewati mereka menuju tempat hidangan. Sementara keduanya tak membuka suara apapun hingga mereka sampai di tempat yang tak begitu ramai. Hazel melepaskan gandengannya. Ia menghela napas panjang setelah tadi mengalami sesak napas ketika berhadapan dengan Noah dan orang-orang yang memperhatikannya.

Ia menelan salivanya lalu kembali menatap Jericho yang kini berdiri diam namun matanya menatap Hazel lekat. "Terima kasih untuk tadi."

Jericho menghembuskan napas pelan. "Jadi itu maksudmu?"

Alis Hazel mengerut. "Apanya?"

"Kau meminta bantuanku hanya untuk itu?"

Hazel mengulum senyumnya, ia malu. Lelaki di hadapannya itu pasti sedang kebingungan sekarang. "Begini, Jericho. Noah adalah mantan kekasihku yang masih kucintai. Aku tidak mungkin bukan datang sendiri untuk memberi selamat padanya? Setidaknya aku harus terlihat lebih bahagia meskipun tanpa dirinya. Jadi terpaksa aku melakukan itu. Dan, terima kasih untuk tadi."

Jericho membasahi bibir bawahnya, lelaki itu menahan kekehannya. "Kau memang berani sekali Hazel."

Hazel terkekeh, memang tadi ia sangat berani karena kehilangan akalnya. Ia bahkan tak sadar jika tadi mencium bibir Jericho mungkin karena dorongan marah saat melihat Noah.

"Terima kasih … Jericho?"

"Jericho Winston."

"Well, aku Hazel Kneiling."

Jericho mengangguk. "Sudah kuduga."

"Kau mengenalku?"

Jericho menggeleng. "Tidak, hanya saja aku tidak asing ketika melihatmu."

"Tentu saja, jika kau sering menonton acara gosip dan membaca berita online kau pasti tidak asing denganku."

Jericho tergelak. "Bukan, aku pernah melihatmu saat di acara amal kakakmu. Darrel Kneiling."

Kedua alis Hazel terangkat. "Benarkah?"

"Hanya sekilas."

"Bagus kalau begitu."

Jericho tersenyum tipis, ia lalu melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya.

"Baiklah Hazel, aku tidak bisa menemanimu lama-lama. Aku harus pergi karena ada hal lain yang harus ku urus."

"Oh, tentu silahkan."

"Kalau begitu aku pergi dulu. Senang mengenalmu."

Hazel mengangguk membalas senyum tipis Jericho. "Ya, senang mengenalmu juga. Semoga kita bisa bertemu lagi."

"Tentu. Sampai jumpa, Hazel."

"Sampai jumpa, Jericho."





<