cover landing

My Enemy My CEO

By Ratna Dks

“Dijodohkan?

Dengan CEO?

Blasteran WNA?

Yakali Novel Romance, ogah!Kikan.

***

“Siang,” sapa seseorang dari depan pintu.

Kikan dan dua temannya yang sejak tadi cekakak-cekikik di ruang tengah langsung menoleh. Melihat ke arah Ibunya Kikan yang baru saja datang dan langsung masuk ke dalam rumah.

Perempuan itu, masih tampak awet muda dengan tampilannya yang modis dan percaya diri. Mungkin karena pengaruh pekerjaan, secara Ibu Kikan adalah seorang wanita karir yang hari-harinya ngantor. Beda jauh dengan Ibu mereka yang cuman Ibu rumah tangga biasa.

Dan maklum kalau Ibunya berkarir. Kikan anak semata watang, Ayahnya telah meninggal saat Kikan masih kecil. Jadi Ibunya yang harus banting tulang demi menghidupi kebetuhan mereka.

“Eh Mama, kok tumben udah pulang?” Kikan berdiri dan mengambil alih tas laptop yang ditenteng Ibunya.

“Lagi nggak enak badan. Tadi minta ijin sama atasan buat pulang cepet.” Mama Kikan melirik pada dua teman putrinya.         

Seina, si wajah keturunan arab yang hidungnya tinggi dan rambutnya lurus sebahu.

Lalu ada juga Yessi, gadis bermata sipit berambut bob yang penampilannya tidak beda dengan Seina. Dewasa, matang, dan lebih mirip anak kuliahan dengan wajah yang dipulas bedak dan liptint di bibir mereka.

“Eh kenalin Nyokap gue.” Kikan menyadarkan keterpakuan teman-temannya yang baru pertama kali melihat Ibunya.

“Siang tante, saya Seina.” Seina menyalami Mama Kikan.

“Saya Yessi tante. Kami temen satu sekolah Kikan.” Yessi gantian mmperkenalkan diri.

“Teruskan saja ngobrolnya. Tante ke kamar dulu mau istirahat.” Ujar Mama Kikan sambil berlalu.

Mereka kembali duduk dan membiarkan Kikan mengantarkan Mama-nya hingga masuk ke dalam kamar. Tak begitu lama karena setelah itu Kikan kembali sembari mengambil posisi duduk diantara kedua temannya dan lanjut membuka Instagram.

“Ih gila, novel favorit gue di Matpad mau di filmin loh!” Teriak Seina kegirangan. Matpad adalah salah satu platfrom baca online yang akhir-akhir ini sedang populer dikalangan remaja dan tak sedikit yang menggunakannya karena alasan gratis serta ideal untuk jadi wadah kehaluan, persis seperti Seina saat ini.

Mama Kikan yang baru saja membaringkan tubuhnya ke kasur, mendadak kaget begitu mendengar jeritan Seina.

Kikan buru-buru menempelkan jari telunjukknya ke bibir, “Sttt Nyokap gue lagi mau istirahat.”

“Eh yang judulnya Sleeping with My Enemy bukan?” Tanya Yessi sambil mengunyah kuaci.

“Iya yang itu. Lo baca juga?” Seina balik bertanya.

Mama Kikan mencoba memejamkan mata kembali. Namun perbincangan di depan cukup membuatnya terganggu.

“Ya iyalah.  Itu novel keren banget.  Awalnya kan si Sarah nggak terima di jodohin, terus karena nggak terima jadi berantem mulu sama si Al. Eh gara-gara itu malah tumbuh rasa suka. Nggak nyangka banget.” Cerocos Yessi penuh semangat.

“Iya bener, seru abis. Lo harus baca Kan.” Seina beralih melihat ke arah Kikan yang sedari tadi sibuk mengengemil kuaci dan tidak peduli dengan obrolan mereka.

Mama Kikan yang terganggu dengan suara berisik di depan kamarnya beringsut duduk meraih ponsel. Ia jadi iseng mencari aplikasi yang dimaksud dua anak tadi dan mengunduhnya.

“Ogah! Cuman pemimpi yang suka sama cerita begituan. Gue mah nggak!” Kikan menggeleng enggan.

“Ih sayang banget kalo lo nggak baca.  Bakal nyesel.” Yessi memasang wajah serius.

“Nggak mungkin gue nyesel. Kan semua novel Matpad yang lo ceritain juga akhirnya gitu.” Kikan mencibir.

“Yang ini jalan ceritanya beda. Romantis abis.” Seina promosi.

“Ralat. Romantis vulgar kali.” Kikan menjulurkan lidah mengejek.

“Bikin lo pengen pacaran ya.” Yessi menggoda.

Kikan melempar sebiji kuaci. “Najis deh. Yang ada bikin pikiran nggak senonoh merayap di kepala gue.”

Ketiganya tidak menyadari kalau sekarang, Ibunya Kikan tengah membuka judul novel yang dimaksud dan terkejut bukan main waktu membaca isi dari cerita tersebut. Matanya membulat sempurna dan mulutnya terbuka lebar tak menyangka dengan hobi anak remaja zaman sekarang.  

“Wajar aja kali kalau ada pikiran kaya gitu di kepala kita. Kita kan udah kelas tiga SMA, udah mau kuliah. Udah nggak tabu kalau mau yang aneh-aneh.” Yessi berbisik pelan agar tak terdengar Nyokap Kikan.

Tapi Ibunya Kikan yang tadinya berbaring sudah terlanjur menyimak obrolan mereka dan turun dari tempat tidur. Berjingkat ke arah belakang pintu kamar tidur dan mulai menguping.

“Gue aja belajar ciuman dari novel Matpad. Gimana cara french kiss biar nggak kegigit bibir.” Seina ikutan berbisik.

Kikan mengernyit jijik. “Lo pada nggak ada bahan ceritaan lain apa? Najis gue sama otak kotor lo berdua. Inget, ada Nyokap gue dirumah.”

“Ih kan, lo harus mulai rajin ngunjungin Matpad.” Yessi masih belum berhenti mengoceh.

“Gue udah pernah. Dulu banget, jaman Matpad belum serame sekarang. Tapi gue rasa sih dari dulu sampai sekarang isinya kagak bakal beda. Novel romance yang mendominasi, tema perjodohan yang nggak ada matinya, alur benci jadi cinta yang jadi bumbu dan ending cinderella modern yang nikah ama CEO ganteng. Asli kagak seru banget.” Jelas Kikan rinci, kenapa dia sama sekali tidak tertarik  lagi menggunakan aplikasi tersebut.

“Buat kami mah seru-seru aja kan, sama seru kaya novel Harlequin di toko buku. Bedanya di Matpad gratis.” Seina melempar pandang ke Yessi yang ditanggapi dengan toast mereka berdua.

“Dan satu lagi, ilmu pacarannya banyak.” Yessi menimpali yang disambut kikik geli Seina. Kecuali Kikan yang geleng-geleng kepala tak mengerti dengan selera mereka.

Mama Kikan melihat putrinya tertidur pulas. Gadis itu tertidur tak lama setelah teman-temannya pulang. Tanpa mandi, tanpa melepas seragam dan masih mengenakan kaus kaki putihnya.

Kikan meringkuk memegangi harmonikanya, harmonika pemberian almarhum Ayahnya  saat gadis itu masih anak-anak. Ia masih sama seperti gadis kecilnya, masih terlihat polos dan belum mengerti apa-apa.

Kecuali tadi siang, ketika Mama-nya tak sengaja mendengar perbincangan teman-teman Kikan kemudian menguping. Mama-nya baru tersadar putrinya telah berada di bangku terakhir sekolah menengah, sudah bukan anak-anak lagi. Kikan telah menjelma menjadi gadis remaja  yang sebentar lagi akan kuliah di negeri tetangga Malaysia. Kikan akan jauh darinya.

Apa jadinya nanti kalau saat kuliah Kikan mendadak jatuh cinta, pacaran bebas seperti Teman-temannya, dan pulang dengan membawa perut buncit hasil hubungannya dengan lelaki tak jelas. Apa yang bisa dilakukannya jika itu terjadi.

“Kikan harus diselamatkan. Dia harus dijodohkan. Dia tak boleh salah pilih dan terbawa arus  pergaulan sekarang. Dia harus sudah menikah saat kuliah nanti.  Mama Kikan bertekad. Ia tak ingin putri semata wayangnya jadi korban laki-laki brengsek seperti cerita di Matpad.

***

Kikan setengah berlari melintas koridor, pagi ini Ia terlambat datang. Mobil Mama yang tiap pagi mengantarnya ke sekolah kempes di jalan. Kikan mau tak mau harus membantu Mama mengganti ban terlebih dahulu. Buat Mama dan Kikan ganti ban itu bukan pekerjaan mudah. Butuh waktu lama buat mereka berdua melepas ban yang kempes dan menggantinya dengan ban cadangan.

“Maaf Bu telat.” Kikan mengetuk pintu. Memotong ucapan guru yang tengah menerangkan. Si guru melotot ke arahnya.

“Pergi ke tempat dudukmu.” Pintah sang Guru yang pasrah dengan sikap Kikan.

“Makasih Bu.” Kikan bergegas menuju kursinya, Membuka halaman buku dan mulai menyimak penjelasan.

Kikan sengaja tak memperhatikan orang di sebelah tempat duduknya, toh dia tidak peduli. Yang ia tahu pemuda blasteran Amerika itu pernah sekelas dengannya, sejak kelas satu dan mereka jadi teman sebangku waktu naik ke kelas tiga.

Bukan apa-apa, dari yang dia lihat pemuda itu tidak suka bergaul. Dia senang mengurung diri bersama gadget atau laptop yang dibawanya. Kalau ada cewek di Sekolah yang mencoba mendekati Ia terkesan tidak simpatik. Sombong dan seperti jual mahal, Kikan paling benci dengan orang seperti itu.

Biarpun Ia berantakan, dengan rambut ikalnya yang sulit diatur, mata seperti kelinci, hidung yang tak terlalu tinggi, bibir yang tak penuh seperti cewe sekarang Ia tetap ingin dihargai. Dan kalau teman sebangkunya menganggapnya tak ada, Ia juga akan melakukan hal yang sama, mengacuhkannya. Emang lo siapa ?”  begitu batin Kikan.

Kikan menyimak pelajaran yang diberikan dengan konsentrasi penuh. Ia enggan mengulang belajar hal yang sama di Rumah. Kesukaannya di Rumah hanya main musik, membuat lagu dan mengunggahnya di Instagram miliknya. Tak ada yang lain.

***

“Kan, PH yang beli copyright Sleeping with My Enemy mau ngadain audisi lho di kota-kota besar.”  Seina menuang saos ke mangkuk bakso yang baru dianterin Ibu kantin sekolah.

Setiap jam istirahat Kikan memang biasa nongkrong di Kantin bareng Seina, Yessi dan pacar-pacar mereka.

“Terus lo sama Tony mau ikutan audisi?” Kikan melirik Tony yang kepalanya plontos. Membayangkan bagaimana kalau tokoh CEO Matpad tampilannya kaya begitu. Pasti dia akan nonton filmnya.

“Kagak gila. Gue cuma mau bilang, yang paling pantes peranin CEO-nya tuh temen sebangku lo si Axel.”

Kikan yang tengah menyeruput es teh langsung tersedak, “Gila, orang kaya gitu? Nggak pantes banget. Dia tuh WNA, warga negara Alien.”

Yessi dan pacarnya terkikik geli mendengar komentar Kikan.

“Ih bener, lo kan liat sendiri dia itu nggak gaul. Nggak pernah punya temen, nggak pernah ke kantin. Sibuk sama dirinya sendiri. Kayanya seribu persen pusat dunianya cuma dirinya sendiri.” Kikan terus nyerocos.

Seina menjentikkan jarinya. “Pas kan? tipe-tipe CEO novel Matpad.”

Kikan begidik mendengarnya. “Dari kemaren perasaan lo nggak move-on dari CEO Matpad. Pindah pacaran saja napa sama tuh aplikasi. Ya nggak Ton?”

Tony langsung mengangguki dengan cepat. “Setuju sama Kikan, move on dong beb. Jangan ngebayangin gue kaya yang di novel-novel Matpad.”

Seina yang mendengar jadi meringis malu. “Iya sorry. Ganti bahasan deh.”

Mereka akhirnya ganti topik obrolan ke festival music jazz yang mau mereka datangi. Sambil menghabiskan mangkuk bakso masing-masing mereka sibuk memutuskan siapa yang nanti akan  memesan tiket dan membayarnya. Dan seperti yang di duga, pilihannya jatuh kepada Aries, pacarnya Yessi, yang gampang banget kalau diminta soal perkara bayar-membayar, Ya iyalah secara Babehnya Aries punya perusahaan media.

Begitu bell istirahat telah berakhir, Kikan dan temen-temennya bergegas kembali ke kelas. Tiba di mejanya, Kikan dibuat terkejut dengan pemandangan yang ada. Pasalnya meja Kikan basah, isi gelas aqua tumpah. Dan temen sebangkunya­ si Warga Negara Alien itu sibuk sendiri dengan laptop seakan perkara meja Kikan yang basah bukanlah urusannya.

“Siapa yang minum disini?” Kikan mengeram gemas.

Axel yang duduk di sebelahnya acuh seolah tak mendengar. Kikan buru-buru menyingkirkan gelas aqua yang kosong ke tong sampah lantas setelahnya mengelap meja dengan kertas buku tulis.

“Lo temen sebangku gue masa nggak liat.” Kikan bergumam dongkol.

“Larang kek orang yang minum di meja gue.” Kikan ngedumel sendiri.

Mendengar gerutuan Kikan, Axel hanya melirik sekilas dengan sudut matanya.

Sikapnya itu bikin Kikan berdesis dongkol. “Susah ngomong sama Alien. Nggak bakal ngerti kalau di bumi itu makhluk hidup berjenis manusia kudu berjiwa sosial dan peka sekitar. Bukan sibuk sama dirinya sendiri. Ck ck ck.” Kikan yang telah selesai mengelap meja menghempaskan bokongnya ke kursi. Sama sekali tak menyadari kalau kali ini Axel menatapnya lama, bukan untuk mengatakan penyesalan, Sebaliknya ia menatap murka ke arah Kikan.

***

 





<