cover landing

My High School (Boy)friend

By Arumi_e

Kamu mungkin tidak menyadari, seseorang yang bertemu denganmu sekilas saat ini akan menjadi seseorang paling penting untukmu di masa depan.


Valenia tersenyum lebar memandangi gedung sekolahnya. Rasa bangga terpancar dari wajah cantiknya. Penampilannya rapi sekali, berbalut seragam putih abu-abu yang masih baru, lengkap dengan topi dan dasi. Sebenarnya bagi Valenia ini bukan warna seragam yang keren. Tapi karena memakai seragam ini artinya ia sudah kelas sepuluh, itulah yang membuatnya merasa keren.

Ia berjalan melewati pintu gerbang sekolahnya, lalu terus melangkah menuju papan pengumuman yang diletakkan di lobi sekolah. Sudah banyak murid baru lainnya yang berkerumun di depan papan pengumuman itu. Valenia berusaha ikut membaca daftar pembagian kelas yang tertera di situ, tetapi pandangannya terhalang sesosok cowok tinggi langsing di depannya. Valenia tersentak ketika tiba-tiba saja cowok di depannya itu berbalik menghadapnya dan tubuh mereka saling berbenturan.

"Eh, maaf ya, nggak sengaja," kata cowok itu canggung. Sesaat keduanya beradu pandang, lalu secepatnya cowok itu menyingkir dari situ.

Valenia tak sempat merasa kesal pada cowok yang membuatnya terkejut itu, karena setelah cowok itu berlalu dari hadapannya, kini ia bisa leluasa melihat pengumuman daftar nama murid kelas sepuluh yang dibagi menjadi enam kelas.

"Val, kita sekelas!"

Sebuah seruan keras membuat Valenia segera menoleh. Ia mengenali gadis yang berdiri di sampingnya.

"Aneta? Kita sekelas?"

Valenia mengernyitkan dahinya seolah tak percaya. Ia kembali membaca deretan nama murid baru dalam daftar pembagian kelas.

Aneta Ivanova, gadis dengan rambut ikal tebal sepanjang punggung itu mengangguk dan tersenyum lebar. Aneta adalah teman Valenia sejak di SMP dulu. Dua kali mereka pernah di kelas yang sama dan sekarang mereka satu kelas lagi?

"Ini takdir atau suratan nasib, ya? Kayaknya kita sering banget satu kelas,” kata Aneta sambil nyengir.

“Iya .... Apa, ya, artinya? Bukan berarti kita ditakdirkan selalu bersama, kan?" sahut Valenia meledek diri mereka sendiri, lalu mereka berdua tertawa.

Sebenarnya Valenia senang bisa sekelas lagi dengan Aneta. Aneta teman yang lumayan asyik. Sayangnya, selama ini mereka tidak pernah sebangku.

"Gimana kalau kita duduk sebangku aja? Kayaknya teman-teman yang lain belum ada yang gue kenal banget," usul Aneta.

"Kita nggak bisa duduk sebangku, Ta. Satu bangku kan cuma buat satu orang. Mana muat?" sanggah Valenia.

"Maksud gue, kita duduk satu meja, sebelah-sebelahan," sahut Aneta.

"Nah, itu lebih nggak mungkin lagi. Masa duduk di meja?" bantah Valenia lagi.

"Valeniaaa, awas, ya! Gue cukur nanti rambut lo! Maksud gue kita jadi teman sebangku, elo duduk di bangku lo sendiri tapi di sebelah gue," ucap Aneta gemas.

Valenia tersenyum geli melihat Aneta mengerucutkan bibirnya.

"Iya, gue tau maksud lo. Jangan ngambek gitu, dong. Udah nggak manis, makin nggak manis aja nanti," ledek Valenia lagi.

"Ih, gue sumpahin nanti lo susah dapet pacar, loh,” sahut Aneta kesal.

“Eeeh, jangan dong, Ta!”

“Biarin!” seru Aneta lalu segera melangkah cepat mencari kelasnya, meninggalkan Valenia yang masih saja tersenyum geli sendiri.

Sesampai di kelasnya, masih banyak kursi yang belum terisi. Aneta memilih kursi nomor dua dari depan di barisan paling kanan. Valenia segera duduk di kursi sebelah Aneta.

"Please, Ta. Jangan ngambek lagi, ya. Gue kan cuma bercanda. Gue mau banget kok duduk di bangku sebelah bangku lo," bujuk Valenia.

"Terserah," sahut Aneta masih berwajah kesal.

Belum sempat Valenia membujuk Aneta lagi, terdengar pengumuman yang memerintahkan semua murid baru berkumpul di lapangan sekolah. Inilah jadwal mereka setiap pagi. Diharuskan berlatih baris-berbaris di bawah pimpinan para senior dari tim pasukan pengibar bendera (paskibra) sekolah. Valenia hanya bisa menghela napas pasrah. Huft! Sebenarnya, dia paling tidak suka baris-berbaris.

***

"Hei, kamu! Jangan bengong saja! Baris yang bener, dengarkan perintah saya!"

Valenia terkejut mendengar teguran keras yang ditujukan kepadanya itu. Ini adalah hari kelima ia menjadi murid baru kelas sepuluh. Baris-berbaris adalah salah satu materi MOS (Masa Orientasi Siswa) di sekolah ini. Dimaksudkan sebagai sarana untuk belajar disiplin dan melatih kepekaan bekerja secara tim.

Valenia menunjukkan sikap kurang antusias melakukan kegiatan yang satu ini. Untunglah ada Hara Restanu, ketua paskibra yang keren itu. Dialah satu-satunya alasan Valenia masih semangat belajar baris-berbaris. Sosok Hara Restanu langsung menarik perhatian Valenia. Tubuhnya tinggi tegap. Kulitnya kecokelatan. Matanya tajam dengan alis tebal. Wajahnya lumayan ganteng dengan hidung mancung dan lekukan kecil di pipi kirinya setiap kali ia bicara. Valenia sering kali mencuri pandang ke arah Hara. Ia suka sekali melihat penampilan Hara yang macho.

Kak Hara itu cowok banget tampangnya, batin Valenia sambil menahan senyum.

Sayangnya, Hara laksana gunung es. Sedikit pun tidak menunjukkan sikap peduli pada Valenia. Padahal bukan sombong, Valenia tergolong cewek manis bin cantik. Namun, segala keindahan fisik Valenia sama sekali tidak membuat Hara berminat menatapnya ataupun sekadar mencuri pandang. Membuat Valenia penasaran sekaligus keki.

Dengan gerakan yang sangat terpaksa, Valenia membetulkan posisi berbarisnya sambil berusaha melirik sosok Hara nun jauh di ujung sana yang sedang membina sekelompok murid baru lainnya. Sial memang! Valenia tidak masuk ke dalam tim yang dibina Hara.

Tiba-tiba sesosok tangan hitam terulur ke arah name tag yang bertuliskan nama dan nomor induk siswa yang terkalung di leher Valenia. Dan terdengar suara serak membaca namanya.

"V-A-L-E-N-I-A! Oooh, Valenia, ya, nama kamu?" seru Rizal, senior yang memimpin barisan Valenia, yang sebelumnya sudah menegur Valenia dengan suara keras.

Alaaah, kura-kura dalam perahu, pura-pura nggak tau kalau nama gue Valenia! seru Valenia dalam hati.

"Kamu latihan berdua saya aja, deh! Kayaknya kalau latihan bareng begini kamu bengong melulu!" lanjut Rizal lagi masih dengan suara keras. "Kamu mikirin siapa, sih? Mikirin saya, ya? Kalo mau mikirin saya nggak usah di sini, nanti aja di rumah biar santai!"

Tanpa sadar Valenia mencibir samar. Sementara murid baru lainnya dalam barisan itu tampak berusaha menahan tawa. Rizal tidak berhenti sampai di situ, ia masih saja melanjutkan komentar pedasnya kepada Valenia. Wajah Valenia pun memerah karena malu bercampur marah yang tertahan. Tapi Valenia tak berani mengucapkan sepatah kata pun. Hanya mampu menggerutu dalam hati.

Uh! Nyebelin banget sih, Kak Rizal ini. Udah nggak keren, pake sok galak segala.

Rizal melanjutkan sikap sok kuasanya. Sok galak pada Valenia, sambil sesekali meledeknya. Valenia mulai curiga melihat sikap Rizal. Jangan-jangan seniornya yang satu ini sengaja pamer kuasa di hadapannya. Tak tahan lagi, wajah Valenia berubah aneh, sekuat tenaga ia menahan tangis. Memalukan sekali kalau sampai ia meneteskan air mata di depan banyak orang. Tapi siapa yang sanggup diperlakukan tidak adil seperti ini? Sejak tadi Rizal hanya mengusik Valenia. Padahal Valenia yakin, yang tidak suka kegiatan baris-berbaris bukan hanya dirinya.

Please jangan netes air mata gue, batin Valenia.

Namun air matanya tak bisa diajak kompromi. Rasa sakit di hatinya membuat air matanya spontan mengalir begitu saja dari sudut-sudut matanya. Valenia seketika menyesal tak bisa bersikap tegar. Rizal yang masih berdiri di hadapan Valenia menyadari pipi Valenia yang basah. Ia segera menghentikan ocehannya.

"Loh, kok nangis, sih?" tanya Rizal.

Suasana menjadi kacau. Terdengar suara kasak-kusuk di antara para murid baru dalam tim pimpinan Rizal itu. Barisan mereka mulai berantakan. Keributan ini mengundang Hara menghampiri mereka.

"Ada apa, nih, berisik banget! Kenapa barisan kalian jadi berantakan begini?" tanya Hara seraya mengedarkan pandangannya ke arah barisan yang sudah tak teratur lagi itu.

Rizal tergagap menjawab pertanyaan Hara.

"Eh, ini, dia ...," kata Rizal sambil menunjuk ke arah Valenia.

Hara menatap Valenia yang masih menundukkan wajahnya.

"Kenapa kamu?" tegur Hara dengan suara keras.

Mendengar suara teguran yang berbeda dengan suara Rizal, Valenia perlahan mengangkat wajahnya. Ia terkejut melihat Hara sudah ada di hadapannya, sedang menatap dirinya dengan kedua mata tajamnya. Valenia segera mengeringkan pipinya yang basah dengan punggung tangannya. Ia malu menarik perhatian Hara dengan cara seperti ini dan dalam keadaan berantakan begini. Tetapi kemudian Valenia menyadari, ini adalah kesempatan yang tepat untuk menarik simpati Hara.

"Saya diledek dan di-bully secara verbal sama Kak Rizal," jawab Valenia mengadukan perbuatan Rizal padanya.

Tapi jawaban Valenia itu tampaknya tidak membuat Hara bersimpati. Ia malah memasang tampang galak. Kemudian berseru keras agar kesan galaknya semakin meyakinkan.

"Kalian ingat, ya! Pembinaan ini untuk membentuk kalian jadi siswa-siswi yang tegar, bukan cengeng!"

Valenia menelan ludah. Hara tidak menggubris ucapannya. Justru menyindirnya dengan telak.

"Dimarahi atau ditegur, itu risiko kalau kalian nggak disiplin! Kami nggak butuh air mata kalian! Ngerti?"

Suara lantang Hara kembali bergema. Siswa-siswi baru itu menegakkan tubuh mereka dan menatap tak berkedip ke depan.

"Mengerti, Kak!" jawaban mereka terdengar tidak kompak.

"Jawab dengan kata ‘SIAP’!" teriak Hara.

Kali ini para junior itu menjawab kompak, "SIAP!"

Valenia juga mengucapkan kata itu dengan lantang. Ia tak menyangka Hara akan bersikap segalak itu. Harapannya dapat menarik simpati Hara tidak terwujud. Tetapi sikap tegas Hara malah membuat Valenia semakin kagum. Di matanya, senior idolanya itu terlihat berwibawa. Ia justru merasa tertantang ingin menaklukkan Hara. Percuma ia berwajah mirip artis jika tidak mampu menaklukkan hati Hara yang super galak itu.

"Ehem! Kayaknya lo naksir Kak Hara ya, Val?" bisik Aneta setelah acara baris-berbaris itu usai dan para siswa kelas sepuluh telah kembali ke kelas masing-masing.

Valenia menghela napas, ia menyadari sikapnya tadi memang jelas sekali ingin mencari simpati Hara. Tak heran jika Aneta langsung bisa menebak perasaannya.

"Emangnya lo nggak?" Valenia balik bertanya.

"Nggak. Menurut gue dia biasa aja," jawab Aneta datar tanpa ekspresi.

"Biasa aja? Ganteng begitu lo bilang biasa?" tanya Valenia heran.

"Memang ganteng, sih. Tapi kurang imut. Gue kan suka cowok yang cute dan baby face gitu, Val. Kayak Mario Maurer gitu, deh," jawab Aneta lagi.

Valenia menghela napas panjang, seolah lega mendengar penjelasan Aneta.

"Syukur, deh, kalau lo nggak tertarik dan nggak berminat memikat Kak Hara. Berarti saingan gue berkurang satu," katanya lalu tersenyum lebar.





<