cover landing

Never Let Go

By Ninnanichi

Apakah arti cinta dan kesetiaan?

Mungkin sebagian besar kita banyak yang menjawab; cinta merupakan perasaan terdalam seseorang pada lawan jenisnya, perasaan ingin memiliki, perasaan ingin selalu bersama, perasaan ingin membahagiakan, atau perasaan yang melibatkan kesetiaan.

Lalu bagaimana dengan kesetiaan itu sendiri? Apakah mungkin seseorang mencintai orang lain namun hatinya mendua?

Kiran tidak pernah memahaminya, karena kedua orang tuanya, yang saat menikah mengaku saling mencintai, pada akhirnya mereka berdua tetap bercerai. Untuk apa mencintai kalau suatu saat akan menyakiti?

Masih terngiang-ngiang dalam ingatannya kejadian sebulan yang lalu di dalam taman, dekat dengan tempat kos yang disewanya. Justin, cowok yang dikenalnya di sebuah kafe dan telah menjadi kekasihnya selama dua bulan terakhir, terlihat sedang bermesraan bersama Corry—teman satu kos yang dia percaya selama setahun ini. 

Andai saja dia tidak mengetahui alasan di balik kenapa mereka berdua mengkhianatinya, mungkin Kiran tidak akan begitu kecewa dan marah seperti sekarang ini.

“Kiran, kamu memang cewek yang baik dan asyik untuk diajak jalan, tapi kamu terlalu pelit. Masa aku minta cium, kamu nggak ngasih. Padahal kita sudah dua bulan berpacaran.” Alasan Justin saat itu.

Corry sudah kembali ke tempat kos atas permintaan Kiran, dia merasa kalau masalah ini hanya perlu dibicarakan antara dirinya dan Justin. Walaupun dia tahu pasti kalau Corry memiliki andil yang cukup besar untuk merebut kekasihnya ini. Setelah setahun berteman, Kiran cukup mengenal Corry yang senang sekali bergonta-ganti pacar dan umumnya selalu tergoda setiap kali melihat cowok yang membawa mobil mewah, royal dan penampilan yang selalu wangi.

“Jadi, Corry hanya pelampiasan kamu aja?” tanya Kiran masih berusaha menahan amarahnya.

Ya, padahal sebelumnya dia sempat berpikiran untuk mencoba mencintai Justin, karena lelaki itu begitu sabar dan pengertian padanya. Tapi ternyata ... semua itu hanya kedok, kepura-puraan, kebohongan yang dibalut oleh romantisme.

“Ya, maksudku tidak! Kamu memang menarik, tapi kamu itu ... sering kali bertingkah aneh. Di satu waktu kamu terlihat sangat bersemangat dan optimis, tapi di waktu lain, kamu bisa menangis berjam-jam hanya karena masalah sepele seperti sewaktu kamu pulang kehujanan, dan kunci kos ketinggalan di mobil aku. Padahal kamu tinggal menelepon aku balik, tapi kamu malah nangis berjam-jam nggak jelas. Aku capek meladeni drama nggak jelas seperti itu. Terlalu aneh!” jawab Justin mengeluarkan semua isi hatinya.

Kepalan tangan Kiran mengeras, dia hanya menundukkan wajahnya untuk meredam semua emosi yang mungkin saja meledak saat itu juga.

“Jadi dengan kata lain, sebenarnya sudah sejak lama kamu ingin agar hubungan kita putus tapi kamu nggak memiliki keberanian untuk mengatakannya? Dasar banci!” Kiran menyeringai setelah akhirnya dia bisa menguasai dirinya kembali.

“Sialan, jangan bilang—

Tapi ucapan Justin langsung dipotong oleh Kiran, “Sudahlah, aku ngerti! Kamu pikir kamu seberharga itu sampai aku akan kesulitan untuk menerima semua ini? Bangun dan mengacalah!” Kiran pun melangkah pergi meninggalkan Justin sendirian di taman.

Justin tidak bisa menerima penghinaan yang dikatakan oleh Kiran, dia pun langsung mencegah perempuan itu pergi dan menunjuk-nunjuk di depan hidungnya.

“Cewek sialan kurang ajar! Eh, asal lo tahu ya, sebenernya lo tuh bukan tipe gue! Dari awal yang gue incer tuh Corry, tapi cewek itu selalu saja mengeluhkan sifat lo yang pemurung dan nggak mau mencari pacar. Gue pikir kasihan banget, padahal cewek itu manis. Tapi sekarang gue paham, dengan sifat aneh lo itu, memang nggak akan ada cowok yang tahan berhubungan sama lo! Mungkin memang seharusnya lo sendirian aja sampai dunia kiamat!” teriak Justin di depan wajah Kiran sambil menunjuk-nunjuk wajahnya. Setelah puas memaki-maki, cowok itu langsung mendorong tubuh Kiran sampai jatuh dan pergi meninggalkannya.

Kiran pun kini sendirian terduduk di atas aspal dengan harga diri yang sangat terluka. Pernyataan cinta yang diucapkan oleh cowok itu dua bulan lalu kandas begitu saja oleh satu pengkhianatan.

Kiran bangkit dengan penuh tekad. Dia tidak bisa membiarkan ada seorang pun yang menginjak-injak harga dirinya. Cowok pembohong seperti itu harus dibalas!

***

Seperti kebanyakan pasangan pada umumnya, hari Sabtu malam merupakan saat yang paling dinanti-nantikan. Kebetulan malam ini tidak ada penerbangan yang harus dihadiri oleh Corry yang berprofesi sebagai pramugari. Oleh sebab itu, sejak sore dia sudah sibuk mempersiapkan dirinya untuk kencan dengan Justin.

Sudah sebulan lebih hubungannya dengan Justin berjalan. Dia pikir setelah perselingkuhannya dengan Justin diketahui oleh Kiran, perempuan itu akan marah dan membenci dirinya. Tapi ternyata, reaksi Kiran dingin-dingin saja dan dia masih bersikap sangat baik padanya. Bahkan Kiran bersedia memberi saran pakaian apa yang sebaiknya dia kenakan.

Tepat pukul tujuh malam, mobil Justin sudah tiba. Kiran menyambut Justin dan membukakan pintu agar Justin bisa menunggu di dalam karena teman-teman kos yang lain sudah keluar semua sejak siang tadi.

Selain Corry yang terheran-heran dengan sikap dingin Kiran, Justin juga sangat penasaran. Padahal dia berharap kalau perempuan ini akan menangis tersedu-sedu dan memohon padanya untuk balikan lagi. Tapi perempuan ini malah terlihat tenang. Dan sepertinya ... semakin lama Kiran terlihat lebih cantik dari sebelumnya.

Justin memperhatikan Kiran yang sedang duduk menonton TV tak jauh dari situ. Perempuan itu baru saja potong rambut, sedikit lebih pendek dari yang diingatnya.

Biasanya rambut gadis itu selalu diikat kuncir kuda, tapi malam ini Kiran membiarkannya tergerai di belakang punggung. Biasanya perempuan ini selalu memakai kemeja, tapi kali ini dia memakai blus sifon lengan pendek yang sedikit transparan warna hitam sehingga tanktop di baliknya terlihat dengan jelas. Tiga kancing bagian atasnya tidak dikancing sehingga kalung perak dan belahan payudaranya mengintip memancing para lelaki untuk curi-curi pandang mencari tahu apa yang ada di baliknya.

Kaki jenjang perempuan itu dibalut oleh celana kulit warna hitam yang sangat pas di kakinya. Dan sepertinya kali ini dia berdandan, pipinya terlihat merona berwarna pink dan bibirnya teroles lipstik warna koral. Beberapa kali Justin berusaha mencuri pandang ke arah mantan pacarnya tersebut.

“Lo nggak pergi ke mana-mana?” tanya Justin akhirnya tidak bisa menahan rasa penasarannya lagi.

Kiran menoleh dan tersenyum tipis, “Oh, sebentar lagi gue keluar, kok!”

Entah kenapa mendengar jawaban Kiran membuat Justin sedikit cemburu, “Oh, lo juga lagi nunggu dijemput?”

Namun bukannya jawaban yang dia dapatkan, Kiran hanya tersenyum tipis lalu memandangnya penuh rahasia. Nyaris saja Justin berteriak saat itu juga untuk memaksa Kiran mengatakan semuanya.

“Pantas aja lo kelihatan cantik malam ini,” ucap cowok itu akhirnya.

“Trims!” jawab Kiran singkat membuat Justin tambah gemas.

“Sepertinya lo nggak pernah secantik ini pas kita masih jadian,” ucap Justin sedikit menyindir.

“Oh, maaf kalau begitu.” Lagi-lagi Kiran hanya menjawab sekenanya.

Justin menggerutu pelan, ingin sekali dia menubruk tubuh Kiran saat itu juga dan memaksanya untuk mengatakan semuanya kalau saja Corry tidak segera keluar dari dalam kamar.

Padahal Corry sudah memakai lace dress warna pink pastel yang mengekspos hampir seluruh kulitnya yang putih mulus. Kakinya yang jenjang pun terlihat begitu menggoda. Rambut bobnya tertata sempurna, bahkan make-up gadis itu tidak berlebihan tapi justru berkesan sangat memukau. Namun entah mengapa, Justin tidak memperhatikan penampilan pacarnya, pikirannya malah selalu memikirkan sosok Kiran yang masih saja duduk santai di sofa.

“Kami berangkat duluan, ya!” pamit Corry mencium kedua pipi Kiran dan melambaikan tangannya.

“Have fun!” balas Kiran.

***

Suasana kelab sedang panas-panasnya. Hampir semua pengunjung turun ke lantai dansa untuk menikmati musik yang dimainkan oleh DJ Corry memaksa Justin untuk berdansa. Awalnya Justin masih menikmati malam ini, sampai akhirnya matanya menangkap satu sosok yang sejak tadi sedang mengusik pikirannya: sang mantan kekasih.

Kiran terlihat sedang bercengkerama dengan seorang pria asing berbadan besar. Terlihat genit dan begitu menantang. Sesuatu yang tidak pernah dia lihat selama mereka berpacaran.

Karena Justin mulai berhenti bergoyang, Corry pun penasaran dan mencari tahu apa yang sedang diperhatikan oleh kekasihnya itu.

“Oh, Kiran? Gue nggak tahu kalau dia mau ke tempat ini juga. Sepertinya dia sudah dapat pacar baru. Wow, bule, ganteng juga. Gue terlalu ngeremehin dia. Hei, bagaimana kalau kita menyapanya?” ajak Corry sedikit mengagetkan Justin.

Justin tidak sempat menolak karena detik berikutnya tangannya sudah ditarik oleh Corry, berjalan menuju meja yang sekarang diduduki oleh Kiran dan cowok bule itu.

“Hei, Kiran, kebetulan sekali. Kenapa nggak bilang kalau mau ke sini?” sapa Corry dan sesekali matanya curi-curi pandang ke arah cowok bule itu, sedang menilai.

“Oh, lo yang nggak bilang kalau mau ke sini.” Kiran tersenyum.

“Benar juga. Terus, lo datang sama siapa?” tanya Corry tanpa basa-basi.

“Oh, kenalkan, ini Brendan,” jawab Kiran dengan kalem.

Corry pun menyalami Brendan, tapi Justin masih saja diam.

“Oh, kenapa kalian nggak gabung saja?” tanya Kiran.

Corry pun menyambut ide itu, tapi Justin langsung menolaknya. Tentu saja dia tidak akan mau satu meja dengan mantan pacar yang ternyata sudah memiliki pacar sama cepatnya dengan dirinya.

Akhirnya sisa malam itu berjalan dengan tidak menyenangkan, karena Justin hanya duduk di sofa sambil terus menenggak minumannya, membuat Corry kesal. Akhirnya Corry memutuskan ke kamar mandi untuk buang air kecil dan sedikit merapikan lisptiknya.

Tidak disangka-sangka, begitu dia keluar dari toilet dia berpapasan dengan Brendan. Dan entah bagaimana, mereka jadi asyik berbincang-bincang. Bahkan Corry sedikit bersikap genit hanya ingin mengetahui apakah daya tariknya masih bisa menarik perhatian cowok lain mengingat pacarnya malam ini malah tidak mengacuhkan dirinya sama sekali.

Merasa Corry sudah pergi terlalu lama, Justin akhirnya sedikit menyesal dan mulai menyusul. Namun, karena sudah terlalu banyak minum malam ini, emosinya terpancing begitu melihat Corry sedang terlihat asyik berbincang bersama Brendan. Membuatnya merasa sangat terintimidasi. Dia menghampiri Corry dan Brendan dengan tergesa-gesa. Tanpa pikir panjang, kepalan tangannya langsung dilayangkannya ke wajah cowok bule itu.

“Justin, apa yang lo lakukan?” teriak Corry yang kaget melihat perilaku pacarnya.

***





<