cover landing

Nomor Antrean Kematian

By ririnayu

“Kau yakin?” Grizel mendesah untuk kesekian kalinya. Matanya bergantian menatap pamflet yang ada di tangannya dan wajah temannya yang terlihat berseri-seri sejak beberapa menit lalu.

“Iya, ada masalah?” Luana mengangguk. Matanya benar-benar berbinar-binar hingga Grizel yakin kalau mata itu bahkan bisa bersinar dalam kegelapan.

Grizel mendesah lagi. Sebenarnya tidak ada masalah apa pun dalam pilihan tugas kunjungan yang diajukan oleh Luana, hanya saja dia tidak habis pikir dengan keputusan teman sebangkunya itu. Tugas untuk  liburan musim panas kali ini salah satunya berasal dari mata pelajaran seni rupa. Mister Wilson mengharuskan siswa untuk membuat karya seni apa pun yang nantinya akan dipamerkan di departemen seni sekolah.  Memang sih sekolahnya memiliki departemen seni yang cukup mumpuni diakui di lingkungan Wigtownshire  bahkan sampai di wilayah Dumfries dan Galloway ini, cuma kan tetap menyebalkan. Seharusnya musim panas hanya liburan saja tanpa banyak berpikir. Apalagi dirinya yang tidak memiliki bakat seni apa pun.

Meski begitu, untung saja tugas ini memang harus dikerjakan dengan satu orang lainnya yang duduk di bangku yang sama. Mungkin gurunya terinspirasi dari Bella Swan yang langsung ditentukan sebagai partner cowok yang ternyata vampir hanya karena duduk berdekatan. Sayangnya, tidak ada anak baru di kelas dan  tentu saja tidak ada satu vampir pun yang mau berkeliaran di sekolahnya. Gila saja kalau ada pengisap darah sebesar itu, apa kabar nyamuk di dunia ini?

“Apa kau takut?”

Grizel yang larut dalam pikirannya mendadak tersentak. “Takut sama siapa?”

“Hantu?” Luana kembali mengedipkan kelopak matanya, sekarang dia benar-benar terlihat polos hingga Grizel nyaris tidak tega untuk meletupkan tawa.

“Kau gila! Sejak kapan aku takut sama yang begituan?” ujarnya sambil terkekeh pelan.

“Tapi, kenapa kau keberatan untuk ikut tur ini?” Luana kembali menggoyangkan pamflet di tangannya.

Grizel menghela napas. “Aku tidak takut, tapi kau itu penakut!” ketusnya.

“Ya anggap saja kau sekalian menjagaku.” Luana tersenyum sekarang hingga gigi depan atasnya yang sedikit tidak rapat terlihat.

“Sialan!” gerutu Grizel sambil menaruh pandangannya kembali pada pamflet yang katanya didapatkan Luana dengan susah payah dan penuh perjuangan.

“Ayolah, kurasa ini bakal seru banget!” gadis itu masih mencoba untuk merayunya.

“Seru dari mana coba?” Grizel sekarang mengetuk permukaan pamflet dengan ujung kuku jari telunjuknya lalu menarik napas. “Kau mengajakku untuk jauh-jauh datang ke Dumfries hanya untuk mengikuti tur hantu, apa ini masuk akal?”

“Lho ini serunya, kamu kan belum pernah ikut, aku juga. Jadi bisa dibilang kita mencoba hal baru.” Sepertinya Luana masih menolak untuk menyerah.

“Sekarang aku tanya, apa kaitannya tur hantu ini sama tugas yang dikasih Mister Wilson karena seingatku ini soal karya seni, kalau kita ikut tur hantu kayak gini maka seninya ada di sebelah mana?”

Luana memutar bola mata, sekarang dia menatap langit-langit. “Seninya ya ada di hantunya itu.”

“Terus kau buat jadi apa?”

“Nah ini, bisa kita pikirkan.”

“Kau ini tidak waras!” ketusnya sambil mendengus.

“Eeey! Jangan salah seniman itu sering dibilang kurang waras!” katanya sambil menggoyangkan jari telunjuknya ke kiri dan ke kanan seolah ingin menegaskan kalau argumennya itu benar dan bisa diterima.

“Kepala sekolah bakal langsung bikin acara pengusiran hantu masal kalau kita sampai melakukan ini!”

Erdward Douglas High School—sekolahnya—adalah salah satu sekolah katolik yang ketat di Skotlandia. Akan sangat ironis kalau sampai dua orang muridnya memakai tur hantu sebagai salah satu tugas sekolah. Meski untuk acara pengusiran hantu secara masal ini hanya sejenis khayalan yang berlebihan karena pasti sebagian besar orang lebih percaya kalau hantu dan semacamnya itu juga tidak ada, setidaknya Grizel adalah salah satu orang itu.

“Kita akan dukung kalau kepala sekolah mau melakukan eksorsisme setelah kita mengumpulkan tugas!” Luana langsung menaruh tangannya di atas telapak tangan Grizel. Sepertinya dia benar-benar sudah bertekad melakukan kegiatan aneh ini entah dirinya setuju atau tidak.

“Terserah kau saja!” Grizel mengibaskan tangannya untuk menepis pegangan Luana.

“Terima kasih, Izel.” Luana sekarang bangkit dari kursinya dan langsung memeluk Grizel. “Sini kucium dulu!”

“Idih! Jijik! Sana jauh-jauh!” Grizel langsung mendorong tubuh Luana menjauh. Dia benar-benar geli kalau sahabatnya itu sudah bertingkah seperti itu.

“Pokoknya terima kasih ya!” Luana memasang senyuman super manis yang hanya disambut Grizel dengan cengiran. Gadis itu lalu menarik sedotan dan menempelkannya di mulut untuk menyesap cairan berry punch-nya yang hanya tersisa setengah di gelasnya.

“Lalu apa idemu untuk tugasnya?”

Luana yang semula sibuk memindahkan cairan minuman dari gelas ke dalam mulutnya seketika tersedak. Gadis itu buru-buru menarik sedotan dari mulutnya dan terbatuk beberapa menit setelahnya.

“Jangan bilang kau tidak ada ide sama sekali?” tebak Grizel yang mulai curiga dengan sikap Luana.

“Ada kok, ada,” ulangnya sambil mengusap permukaan bibirnya.

“Nah, coba jelaskan!” pinta Grizel.

“Kita bisa buat foto hantu,” katanya sambil menjentikkan jari.

“Huh?”

“Iya, kita buat album hantu yang ada di Dumfries selama tur itu. Kita juga bisa menambahkan wawancara dengan pemandu wisata atau penduduk setempat agar lebih meyakinkan.”

“Oke, aku paham. Jadi kau mau buat buku hantu gitu?”

“Itu dia. Kurasa bakal keren banget kalau kita buat ini untuk tugasnya. Gila kita mungkin bisa terkenal di negara ini sebagai pembuat ensiklopedia hantu!” Luana terlihat larut dalam imajinasinya.

“Kita tunda dulu soal mimpi besarmu itu. Pertanyaan paling krusial adalah memangnya hantu bisa dipotret? Aku belum pernah dengar tuh.”

“Bisa saja kan. Buktinya ada kok hantu yang tertangkap kamera.”

“Itu tidak sengaja.”

“Sengaja atau tidak bukan masalah, yang penting kan itu bukti kalau lensa kamera bisa menangkap hantu. Aku juga pernah baca nih katanya hantu itu sama saja dengan kita, hanya saja dimensinya berbeda. Mungkin bisa kita bayangkan semacam mereka tinggal di dunia paralel. Jadi mereka bukan lagi makhluk yang tidak tersentuh ilmu pengetahuan—”

“Menurutmu mereka spesies dari dunia yang berbeda, semacam alien begitu?” potong Grizel yang mulai tidak sabar mendengar penjelasan aneh yang dilontarkan oleh Luana.

“Itu dia, akhirnya kamu paham.”

Setelah itu Luana kembali sibuk menjelaskan soal hantu dan entah apalah yang tidak dipahami oleh Grizel—lebih tepatnya dia tidak mencoba memahami. Ketertarikan Luana terhadap hantu sudah berada jauh dari ambang batas normal. Jadi Grizel tidak kaget lagi kalau temannya itu mungkin akan mendirikan komunitas hantu terbesar di Skotlandia. Untung saja, dia tidak memiliki hobi menakut-nakuti orang lain dengan mengatakan kalau ada hantu di kelas atau di dekat mereka. Gadis itu bahkan nyaris tidak pernah mengatakan kalau pernah melihat hantu. Jadi mungkin ketertarikannya yang tidak wajar itu berasal dari rasa ingin tahu yang besar.

Luana mungkin hanya belum tahu rasanya mendengar suara-suara aneh di malam hari. Kadang seperti suara sisik yang beradu dengan lantai atau suara bigpipes yang bergema entah dari mana. Kadang dia juga mendengar kertas-kertas yang bergesekan. Seolah semua itu belum mencekam, dia bahkan bisa mencium bau apak buku tua seolah-olah seseorang membuka lembaran buku di dekatnya. Grizel menggeleng, semua itu hanya imajinasi. Dokter juga mengatakan kalau semua itu hanya disebabkan kesalahan informasi di otaknya hingga muncul sensasi aneh seperti ini. Katanya mirip de javu di mana terjadi kesalahan tata letak informasi di otak manusia hingga satu kejadian seperti terulang padahal baru terjadi pertama kali. Grizel lebih memilih percaya kalau hantu atau semacamnya adalah fatamorgana yang terlihat di kejauhan, akan tetapi begitu didekati sebenarnya tidak ada.

“Zel, Izel!”

“Eh—ah—apa?” Grizel terkesiap kala namanya terpanggil dengan keras. Seketika lamunannya langsung buyar.

“Kupanggil dari tadi lho!” bibir Luana mengerucut.

“Maaf, maaf,” ucap Grizel sambil meraih sedotan dan menyesap minuman dari gelasnya. Dia juga mengerjap beberapa kali untuk menghapus hal konyol yang beberapa menit lalu mampir ke dalam pikirannya.

“Sampai mana tadi?” tanya Grizel lagi.

“Kau mau udah lihat akun instagram Mostly ghostly tour?” sahut Luana sambil mendorong ponselnya ke arah Grizel.

“Belum.”

“Coba lihat sepertinya akan ada festival naga juga!” katanya sambil mengetuk salah satu foto pamflet yang ada di feed instagram akun resmi tur hantu kota Dumfries dan Galloway itu. Memang ada gambar naga sebagai teaser salah satu tur yang akan diadakan oleh Mostly ghosly tour, hanya saja belum dijelaskan tur jenis apa yang mereka tawarkan.

“Lalu?”

“Bukankah kita akan sangat spektakuler kalau kita bisa mendapatkan potret naga yang bangkit dari tidur panjang?”

“Maksudmu?” kali ini Grizel benar-benar tidak paham.

“Bisa jadi kan tur ini akan lewat sarang naga.”

“Naga kan cuma ada di dongeng!” ketus Grizel sambil memijat pelipisnya karena mendadak kepalanya sakit. Mungkin imajinasi Luana yang berlebihan membuatnya jadi stres.

“Dongeng itu muncul karena pernah ada!” tukas Luana tidak mau kalah.

“Ya, ya, ya. Termasuk Selkies yang mengunjungi keturunannya atau kalau perlu Valkyrie juga.”

Luana menggerutu, sepertinya dia tidak terima penolakan terang-terangan yang diajukan oleh Grizel. Hanya saja Grizel tidak peduli. Ada hal lain yang menganggu pikirannya sekarang. Bukan soal hantu, dongeng, mitos atau semacamnya, tetapi seberapa keras nanti dirinya harus berusaha menyelamatkan tugas mereka kali ini. Luana sama sekali tidak bisa diharapkan, sementara dirinya tidak ada ide sama sekali. Sialnya sudah terlalu terlambat untuknya membatalkan kesepakatan dengan Luana, temannya itu pasti memaksanya untuk pergi apa pun yang terjadi. Dia bukannya tidak bisa menolak, hanya saja gadis itu satu-satunya temannya dan bermain bersama Luana jauh lebih menyenangkan ketimbang melewatkan liburan sendirian di rumah.

Gadis itu terkesiap kala suara kertas yang bergerak terdengar di kedai itu. Suara itu mirip suara mesin penghitung uang di bank, jadi kertas-kertas itu bergerak cepat tanpa berhenti. Dia langsung menoleh ke segala arah, mencoba mencari orang iseng yang membuka buku dengan cepat atau bos pemilik kedai yang mendadak kaya dan menghitung uang di meja kasir. Namun, tidak ada siapa pun di kedai itu selain mereka berdua. Grizel menyentuh tengkuknya yang mendadak dingin, jantungnya berdebar  keras di dalam dada. Entah karena ini musim panas atau hal lain hingga suara itu terdengar lagi. Gadis itu meneguk ludah, dia gagal mengabaikan bisikan kalau ada hal buruk yang akan terjadi.

***





<