cover landing

Ted on Tuesday

By robinbiewijaya

Tak ada yang bisa melupakan hari ketika Annata meninggalkan kami semua.

Sore itu menjadi sore terakhir kami di rumah sakit. Anna tersadar beberapa hari setelah menjalani operasi untuk mengeluarkan gumpalan darah dalam otaknya. Ia menjadi korban tabrak lari ketika pulang sekolah bersama teman-temannya.

Anna dibawa ke rumah sakit dengan pertolongan warga sekitar. Tujuh hari Anna berada di ICU. Ia mengalami patah tulang di beberapa bagian, namun cedera paling parah terjadi di bagian kepala. Setelah melalui serangkaian pemeriksaan, berdasarkan hasil diskusi para dokter yang menangani Anna dan persetujuan keluarga, mereka akhirnya memutuskan melakukan bedah otak.

Namaku Ted. Anna memanggilku begitu.

Sehari-hari, aku berada di kamar Anna. Tidur di sebelahnya, duduk di meja belajarnya atau berada di pangkuannya. Sudah seminggu aku tinggal sendirian di rumah sebelum akhirnya Khalil—kakak lelaki Anna, membawaku ke rumah sakit pada hari Anna dioperasi.

Khalil sangat mencintai Anna, dan ia tahu aku adalah benda kesayangan sekaligus teman setia Anna yang selalu dibawanya ke mana pun ia pergi. Khalil berharap kehadiranku bisa menjadi penyemangat bagi Anna. Dan keajaiban itu memang terjadi. Tiga hari selepas operasi, Anna menunjukkan kemajuan. Ia membuka matanya sekali, tapi tak bisa berkomunikasi dengan kami. Ia membuka matanya lagi, dan esoknya ia terjaga dari tidurnya.

Aku ingat bagaimana Anna melihatku saat ia terbangun untuk terakhir kalinya. Khalil menggendongku dan menunjukkan wajahku kepada Anna. Ada saput senyum tipis di wajah Anna. Senyum Anna yang kami lihat untuk terakhir kalinya. Karena beberapa jam setelahnya, Anna kembali tak sadarkan diri dan kondisinya terus menurun.

Semua anggota keluarga berkumpul di luar ruangan. Ada Ayah, Bunda, Khalil, dan beberapa orang kerabat. Bunda meminta izin pada dokter untuk membiarkan aku berada di dalam ruangan. Anna butuh teman, dan aku siap menemaninya kapan pun ia membutuhkanku. Aku adalah boneka kesayangannya. Seperti Anna yang telah menjadi kesayangan kami semua.

Namun ternyata, Tuhan lebih menyayangi Anna.

Esok paginya, Anna meninggalkan kami untuk selama-lamanya.

Kain berwarna putih ditarik menutupi sekujur tubuh Anna. Ayah mendekap Bunda erat-erat yang menangis dalam pelukannya. Khalil juga ada di sana. Matanya memerah sekalipun tidak ada lelehan air mata di pipinya. Ia mengangkatku dari sisi Anna kemudian. Memegangiku dan membawaku pulang ke rumah selepas pemakaman.

Ia tak menangisi kepergian Anna sampai kelopak-kelopak bunga ditaburkan di atas peristirahatan terakhirnya. Ia juga tak menangis saat berada di dalam mobil, atau setibanya kami semua di rumah.

Namun malam itu, ia terduduk di tepi tempat tidurnya. Menutupi wajahnya dengan kedua telapak tangan. Di dalam kamar dengan cahaya yang temaram, bahu Khalil terguncang karena isak tangis yang tertahan.

Ia menangisi kepergian Anna.

Sendirian.

Namaku Ted. Di balik kesendirian Khalil, aku akan bercerita kepadamu, tentang cinta yang begitu besar dan kepergian orang terkasih.

Serta penyesalan terbesar, yang kemudian mengubah hidup Khalil selamanya.





<