cover landing

Two Sides of Happiness

By Vitria Apple

Yura bangkit dari kursinya. Berdiri tegak memandang Ravi. Hanya dengan melihat sorot mata Ravi saja, ia tahu bahwa ada sesuatu yang salah. Darah Yura berdesir. Berharap Ravi tidak mengetahui apa yang selama ini disembunyikannya. Tanpa sadar ia menahan napas. Jantungnya mulai berpacu dengan cepat.

"Vi...." Yura berusaha tersenyum. Namun senyumannya diabaikan oleh Ravi. Seperti kertas-kertas origami di atas meja yang sekarang terabaikan, melayang-layang tertiup angin yang semakin kencang. Atau seperti lilin-lilin kecil yang perlahan padam satu demi satu tidak sanggup menahan embusan sang angin.

Ravi berjalan perlahan menghampiri Yura. Gurat kekecewaan terlihat jelas di wajahnya. Tangannya terkepal. Jelas sedang menahan amarah. Dan tiba-tiba saja Yura merasa tidak berani berhadapan dengan Ravi. Mata laki-laki itu seolah menusuk jantungnya. "Kenapa kamu tidak mengakuinya, Ra?" Ravi bertanya dengan suara lirih. Nyaris tidak terdengar.

Yura terdiam. Mematung. Hanya dengan pertanyaan Ravi itu saja, Yura sudah bisa menebak apa yang sedang terjadi. Sorot mata marah itu, kekecewaan itu, tidak salah lagi, Ravi sudah mengetahui semua hal yang disembunyikannya.

Masa lalunya.

"Ra, kamu yang aku kenal itu gadis yang baik. Tapi...." Kalimatnya terhenti. Ia mencengkeram bahu Yura dengan keras. Matanya berkaca-kaca. "Tapi kenapa kamu merahasiakannya, Ra? Kenapa?"  Tatapannya itu seolah menjadi sembilu, menyayat hati Yura.

Gelegar petir di langit menyadarkan Yura. Betapa kecewanya Ravi pada dirinya. "Ravi...." Yura sampai tidak tahu harus mengatakan apa.

Tangan Ravi terkulai, lemas, terlepas dari bahu Yura. Dan saat laki-laki itu membalikkan badan bermaksud pergi, Yura menahan lengannya. Air mata Yura menetes, satu per satu menetes membasahi wajahnya, seperti rintikan air hujan yang perlahan-lahan membasahi lantai beranda rumah. Yura harus menahan Ravi pergi. Kalau sekarang ia tidak menahannya, mungkin ia akan kehilangan laki-laki itu selamanya. Ia juga harus menjelaskan sesuatu padanya, tentang masa lalunya.

 

***

 

"Jadi... hanya seperti ini yang kalian bisa?"

Pertanyaan dengan nada merendahkan itu pelan saja, namun terdengar sangat menusuk bagi semua karyawan di F And T Resto 7. Tidak ada yang berani memprotes ataupun membela diri. Kepala-kepala tertunduk. Enggan bertatapan dengan kepala divisi pemasaran yang galak itu.

Bu Sandara, perempuan berumur 30 tahunan itu berkacak pinggang sambil memandang para karyawan satu per satu. Rambutnya yang diikat ke belakang serta kacamata berbingkai tebal menambah tegas sosoknya. Ia adalah kepala divisi pemasaran yang mengepalai segala urusan pemasaran F And T Resto di seluruh Indonesia. Beruntung ia hanya datang memeriksa restoran setiap 3 bulan sekali. Kalau tidak, semua karyawan pasti akan merasa seperti di neraka setiap hari.

Salah satu orang yang menundukkan kepala adalah Yura. Gadis berambut sebahu itu menunduk sambil menggerutu dalam hati. Ia sudah bangun lebih pagi dari biasanya hanya untuk memastikan restoran yang menjadi tanggung jawabnya ini lebih sempurna. Ia rela ikut berkecimpung di dapur dan bahkan ikut bersih-bersih serta melupakan waktu sarapannya hanya demi sebuah kesempurnaan. Tapi penyihir tua ini malah mengatakan 'hanya seperti ini?' What?! Mungkin penyihir ini perlu diajarkan cara menghormati hasil jerih payah orang lain.

"Saya penasaran apa saja yang dilakukan asisten manajer restoran ini?" Bu Sandara melemparkan pandangan sadis pada Yura.

Dan saat menghampiri Yura, wanita itu mengamati gadis itu dari kepala sampai kaki, Yura mendapati dirinya membeku. Udara di sekitarnya juga mendadak jadi dingin. Sama seperti saat kemunculan hantu. Dingin dan menyesakkan dada.

Bu Sandara mendekatkan kepalanya pada Yura. "Apa kau sudah berusaha keras untuk restoran ini?" tanyanya dengan tatapan tajam.

Yura tanpa sadar langsung menahan napas. Semua mata di restoran itu pasti sedang memandangnya. Yura tidak suka jadi pusat perhatian. Ia akan sangat gugup kalau itu terjadi, seperti sekarang ini. Gugup dan takut. Tak bisa dihindarkan lagi, bahkan keringat dingin mulai keluar dari tubuhnya.

Bu Sandara mendengus. Kembali ke tempat di mana ia berdiri sebelumnya. "Restoran ini benar-benar bermasalah!" seruan marahnya menggelegar.

"Penurunan keuntungan selama hampir setengah tahun, penurunan jumlah pengunjung, cita rasa masakan yang buruk, manajer yang kabur tanpa alasan jelas, ketidakdisiplinan karyawan, dan komplain dari banyak pelanggan. Apa ada yang lebih buruk dari ini, hah?!" bentak Bu Sandara. Ia melotot dengan matanya yang sipit. Memberikan efek dua kali lipat lebih seram daripada pelototan orang dengan ukuran mata normal.

"Pendapatan kotor restoran ini hanya sebesar dua--" Bu Sandara menghentikan ucapannya. Ia lalu mengendus-enduskan hidungnya. "Sebentar, bau apa ini?"

Semua orang yang ada di sana lantas ikut melakukan hal yang sama. Memang. Sedikit tercium bau gosong di udara.

"Astaga. Sup samgyetangnya !" jerit Kim Taehyung. Koki asal Korea Selatan yang seumuran dengan Yura itu bergegas berlari ke dapur.

Tindakan Taehyung itu langsung direspons dengan hela napas penuh amarah dari Bu Sandara. Ia menunjuk ke arah dapur sambil terus memelototi para karyawannya. "KELALAIAN adalah penyebab utama kegagalan di sini!"

Tidak ada yang berkutik tentu saja. Semua kepala semakin tertunduk lebih dalam. Sejenak kemudian Taehyung kembali dari dapur, menyikut Yura untuk menanyakan respons Bu Sandara akibat kelalaiannya tadi dan dibalas Yura dengan tatapan 'Kita dalam masalah'. Taehyung pun langsung menggigit bibir, memasang wajah cemas.

"Bagaimana bisa seorang koki lupa pada masakannya!!!" Bu Sandara kembali berteriak. Tidak jelas ia sedang bertanya atau sedang menggertak. "Kalian tahu? Restoran F And T di sini adalah yang terburuk di antara semua cabang restoran F And T di seluruh Indonesia. Jadi kalian bisa menebak kan di peringkat berapa restoran ini di daftar seluruh bisnis F And T grup? DI URUTAN TERAKHIR!"

Suara mobil berhenti di depan restoran terdengar sampai ke dalam, membuat Bu Sandara menghentikan aksi marah-marahnya. Berbanding terbalik dengan para karyawan yang langsung ribut. Rombongan yang mereka tunggu akhirnya datang. Malapetaka yang sebenarnya baru saja akan dimulai.

Bu Sandara mengamati penampilannya dan penampilan para karyawan restoran. Setelah dirasa semua yang ada di sana sudah berpakaian rapi, ia lalu berdehem untuk menenangkan suasana. Restoran itu kembali hening. "Jaga sikap kalian di depan GM kita. Satu kesalahan kecil saja, akan mempertaruhkan kondisi keuangan keluarga kalian," ingat Bu Sandara setengah mengancam.

Sekarang giliran Yura yang menggigit bibir. Ia memandangi pintu masuk restoran dengan jantung dag-dig-dug. Kalau ketua divisi pemasaran saja tidak puas dengan hasil kinerja restoran ini, apalagi dengan GM perusahaan mereka. Bagaimana kalau mereka kena semprot Pak GM? Oh, Tuhan, selamatkan aku, pintanya dalam hati.

Kenapa restoran mereka kedatangan General Manajer atau biasa disebut dengan GM? Karena F And T Resto bukan hanya sebuah restoran biasa. F And T adalah sebuah grup perusahaan besar yang bergerak di berbagai bidang. Mulai dari restoran, departemen store, industri elektronik, hingga perhotelan. Semuanya bernama F And T yang merupakan singkatan dari 'Fresh And Taste'. Dan sekarang GM dari perusahaan F And T pusat datang untuk melakukan sidak dan pemeriksaan restoran. Yang diperiksa banyak sekali, mulai dari pendapatan per bulan, per triwulan, dekorasi restoran, kinerja karyawan, dan lain-lain.

Derap langkah kaki terdengar semakin mendekat. Lalu tidak lama kemudian masuk beberapa orang berjas rapi. Seorang laki-laki tampan berjalan paling depan. Berpostur tinggi dengan senyuman yang hangat. Bahunya yang lebar membuatnya tampak gagah.

Beberapa karyawati langsung bergumam, terpesona. Itukah GM dari F And T grup mereka? Jinu Arlansyah. Muda sekali. Paling-paling umurnya hanya terpaut satu atau dua tahun di atas Yura. Mungkin usianya sekitar 29 tahun.

Dan di samping laki-laki itu, berjalan seorang laki-laki yang sama tampannya dengan Pak GM. Posturnya sedikit lebih pendek dari Jinu. Ia tampak berbeda, tidak seperti Jinu dan yang lainnya, ia memakai pakaian yang semi formal. Celana jeans dipadukan dengan kemeja bermotif dan jas. Semuanya serba hitam.

Yura tahu siapa dia. Yeah, sebenarnya siapa sih di negeri ini yang tidak mengenalnya? Laki-laki itu adalah Ravi Arlansyah, adik GM perusahaan mereka yang juga merupakan seorang aktor terkenal. Walaupun Ravi juga merupakan salah satu penerus F And T grup, minatnya pada perusahaan berbeda dengan kakaknya. Namun, dari berita yang beberapa hari ini Yura dengar, Ravi sengaja cuti dari dunia akting untuk bekerja di perusahaan. Mungkin minatnya baru saja tumbuh.

Di belakang dua orang itu, berjalan mengikuti para tim audit. Hingga akhirnya rombongan kecil itu berhenti berjalan tepat di samping Bu Sandara. Suasana jadi ribut, terutama para karyawati yang tidak bisa menyembunyikan kekagumannya pada sosok Ravi dan Jinu.

"Tenang, semuanya harap tenang!" Bu Sandara menenangkan suasana. Ia menepuk-nepuk meja beberapa kali dan berhasil membuat restoran itu kembali sunyi dalam tepukan ketiga. Ia berdehem, melemparkan pandangan galaknya pada semua karyawan, lalu dengan suara yang sengaja dibuat tegas, ia berseru, "Ini GM perusahaan kita, Pak Jinu Arlansyah. Ucapkan salam kalian padanya!"

"Selamat datang di 'F And T' resto, Pak GM" Seluruh karyawan serempak meletakkan tangan di depan perut dan membungkukkan badan dengan gaya yang elegan.

Jinu bersama rombongan kecilnya itu manggut-manggut, tersenyum, puas dengan salam para karyawannya. Reaksi dari Jinu itu juga membuat Bu Sandara puas. Sumringah lebar muncul di wajahnya.

"Senang bertemu kalian semua. Saya harap kalian semua dalam keadaan sehat." Jinu tersenyum ramah sambil mengamati wajah para karyawannya. Pandangannya lantas jatuh pada Yura yang berdiri paling dekat dengannya.

Bu Sandara menangkap pandangan itu, ia langsung memperkenalkan Yura. "Dia adalah asisten manajer restoran ini, Pak. Namanya Yura Anandya."

Yura tersenyum gugup pada Jinu. "Senang bertemu Anda, Pak Jinu," Yura mendengar dirinya menyapa.

Jinu mengangguk, senyuman ramahnya tetap melekat.

"Pak Jinu, seperti yang sudah kita rencanakan sebelumnya, hidangan khas dari restoran ini sudah tersaji di sebelah sana." Bu Sandara menunjuk sisi kanan restoran yang merupakan ruangan khusus untuk pelanggan-pelanggan VIP. Di sana sudah tersedia meja khusus berisi berbagai jenis menu dari restoran mereka. "Di sana juga sudah saya siapkan beberapa laporan kinerja restoran dalam beberapa bulan ini. Kita ke sana sekarang, Pak?"

"Semakin cepat kita melihat kualitas makanan dan laporannya, semakin baik." ucap Jinu. Mereka lantas mulai beranjak.

Yura memandang kepergian mereka dengan gamang. Sekarang saatnya nasibnya dipertaruhkan. Apabila Pak GM dan timnya kecewa dengan masakan-masakan di sana, ditambah dengan laporan kinerja restoran yang buruk, Yura pasti akan dipecat. Oh Tuhan, bagaimana ini?

"Kau cemas?" Taehyung bertanya dengan agak berbisik. Suaranya yang nge-bass membuat bisikannya terdengar sedikit lebih keras daripada bisikan pada umumnya.

Yura menoleh padanya. "Kau tidak? Ngomong-ngomong sup samgyetangmu itu membuatku semakin 'tenang'. Terima kasih."

Taehyung jadi manyun. "Jangan menyindirku. Tadi aku benar-benar lupa."

"Kalau hasil pemeriksaan restoran kita hari ini nol besar gara-gara insiden tadi, bersiaplah, mungkin perusahaan pusat akan mencari koki spesialis masakan Korea yang baru." Marquez, koki spesialis masakanSspanyol ikut nimbrung sambil terus melihat ke arah tim GM yang sedang mencicipi masakan mereka di ruangan VIP.

"Yakk!!" Taehyung langsung mendaratkan tinju kesal padanya. Tidak keras. Tujuannya memang hanya untuk memberitahu Marquez bahwa ucapannya tadi keterlaluan.

Tidak. Aku yang bertanggung jawab di sini. Jadi, kalau ada apa-apa, pasti aku yang akan dipecat, Yura bersuara dalam hati.

"Semoga saja hasilnya bagus," doa Marquez dengan tulus. Yura menganggukkan kepalanya, mengaminkan. Sementara itu di sampingnya, Taehyung memandangi tim GM dengan pandangan kosong, tidak mendengar doa Marquez saking cemasnya.

Entah sudah berapa menit tim audit itu duduk di sana. Tidak lama kemudian, Ravi terlihat berjalan keluar dari ruangan vip, menghampiri mereka.

"Toiletnya di mana ya?" tanya Ravi sambil menyunggingkan sebuah senyuman pada Yura cs. Para karyawati yang melihat senyumnya itu langsung meleleh. Terpesona tingkat dewa.

Berhubung yang ditanya Ravi adalah Yura, mata gadis itu langsung melebar. Jantungnya dag-dig-dug dan semua anggota tubuhnya terasa lemas, sulit untuk digerakkan. Bahkan untuk sekadar menunjuk saja, ia harus bersusah payah melakukannya.

Jari Yura tertuju pada lorong kecil di samping kanan dapur. Ravi yang segera memahami maksud dari gerakan telunjuknya itu kembali tersenyum. "Terima kasih," ucapnya seraya beranjak ke toilet.

"Katakan padaku, dia malaikat atau manusia?" tanya Lisa, seorang waitress yang berambut blonde, pada Yura saat Ravi sudah masuk ke dalam toilet. Yura menggelengkan kepalanya. Bukan karena ia tidak tahu, tapi karena ia tidak mendengar dengan jelas pertanyaan Lisa. Dihampiri seorang aktor tampan seperti tadi membuatnya sedikit syok.

"Dia tinggi, punya suara yang bagus, akting yang bagus, tampan, kaya, otot yang sexy dan... ohh, bibir tipis dan mata yang indah. Mungkin dia adalah malaikat yang menyamar sebagai manusia." Lisa akhirnya menjawab sendiri pertanyaannya. Ia lalu meremas tangan Yura. "Kau lihat? Pahanya juga terlihat sangat berotot."

Taehyung mendengus sebal. "Mungkin saja dia malaikat maut yang menyamar jadi manusia dan bersiap untuk memberikan penilaian buruk pada restoran ini," ucapnya. Sukses membuat kilat kekaguman di mata Lisa menghilang.

"Iya juga sih...." Lisa membenarkan ucapan Taehyung dengan wajah sendu.

"Oh, astaga!!" Marquez tiba-tiba saja terlonjak. Ia mendekap mulutnya sendiri. Membuat Yura, Taehyung, dan Lisa sontak memandangnya dengan penuh kebingungan. Untuk sesaat Marquez seperti orang linglung, lalu ia mulai memukul-mukul kepalanya sendiri. "Dasar bodoh, bodoh, bodoh !"

Yura buru-buru menangkap tangan Marquez dan menahannya agar Marquez tidak memukul kepalanya lagi. "Hentikan. Ada apa? Kau membuat kami cemas."

Marquez menggeleng-gelengkan kepalanya dengan frustasi. Ekspresi bersalah juga terlihat di wajahnya. "Dan mungkin aku juga akan membuat kalian sedih karena menambah daftar kegagalan kita," sahutnya.

Yura, Taehyung, dan Lisa saling beradu pandang. Tidak mengerti sama sekali maksud dari ucapan Marquez. Barulah saat bunyi 'bruk' dari arah dapur terdengar--yang membuat mereka menoleh serempak ke sana--mereka baru sadar apa yang sedang terjadi.

Ravi berdiri di dekat kantong besar penuh sampah yang baru saja ditendangnya. Ia melemparkan pandangan tajam pada mereka dan sukses membuat jantung mereka seolah berhenti berdetak. Begitu Ravi melewati mereka untuk kembali ke ruangan VIP, mereka merasa badan mereka seolah mengecil. Takut dan cemas bercampur jadi satu.

"Kenapa kantong sampahnya masih ada di sana?" Taehyung langsung memprotes. Ia memandang Marquez, menuntut jawaban. Hal yang sama yang dilakukan oleh karyawan lainnya, termasuk Yura dan Lisa. Marquez adalah orang terakhir yang berada di dapur karena ada masakannya yang memerlukan plating dalam waktu yang lama.

Wajah Marquez langsung berubah. Ada penyesalan besar di wajahnya. Ia langsung menundukkan kepala. "Tadi pagi aku lupa menyuruh seseorang membuangnya karena Bu Sandara keburu datang. Lalu, aku juga lupa kalau benda itu masih ada di depan dapur. Maafkan aku..."

Mereka langsung menghela napas frustrasi. Tidak tahu harus merespons pengakuan Marquez dengan kalimat seperti apa. Ravi sudah terlanjur melihat kantong sampah itu. Sangat terlambat untuk membuangnya. Sekarang tamatlah riwayat mereka. Ravi pasti akan menceritakan soal itu ke tim audit.

"Maafkan aku...," ucap Marquez lagi penuh penyesalan.

"Sudahlah. Karena sudah terjadi, sekarang kita hanya bisa berdoa saja." Yura tersenyum pada Marquez seraya menepuk lembut pundak temannya itu.

Ya, karena sudah terjadi, hadapi saja. Yang perlu mereka lakukan sekarang hanyalah bersiap menerima hasil pemeriksaan yang terburuk sekalipun.

Satu jam kemudian tim audit itu keluar dari ruangan VIP. Mereka kembali ke ruangan utama restoran di mana para karyawan restoran berkumpul dengan hati harap-harap cemas. Wajah tegang terlihat di sana sini.

"Ini lebih menegangkan dari menunggu jawaban gebetan yang kau tembak." Lisa menyuarakan ketegangannya.

"Kau pernah menembak cowok duluan?" Taehyung terperanjat kaget, mulutnya terbuka lebar.

"Sssstt..." Yura menyikut kedua orang yang berdiri di sisinya itu saat melihat Bu Sandara menoleh pada mereka, menyadari ada yang mengobrol di tengah suasana genting seperti ini. Lisa dan Taehyung segera mengunci mulut mereka.

Detik-detik selanjutnya semakin membuat jantung Yura seolah ingin melompat keluar. Jinu sudah berdehem untuk bersiap menyampaikan hasil pemeriksaan mereka hari ini. Ia memandangi para karyawan dan sadar sepenuhnya ada ketegangan di wajah mereka.

"Para karyawan F And T Resto 7 yang saya hormati..." Jinu mulai membuka suara. Ia berhenti sejenak untuk tersenyum. "Hari ini saya sudah mencicipi semua jenis masakan yang diolah di restoran ini. Saya juga sudah membaca hasil kinerja dan pendapatan restoran ini yang semuanya disebutkan dengan lengkap di laporan bulanan."

"Sebelum saya mengatakan hasil pemeriksaan kami, saya ingin menyampaikan bahwa ciri khas restoran F And T Resto di seluruh Indonesia adalah kecepatan layanan dan cita rasa semua masakan kita. Menurut pemeriksaan kami hari ini..." Jinu menghentikan ucapannya. Membuat volume ketegangan semakin meningkat di ruangan itu.

Ah, ingin sekali Yura berlari dari sana. Ia bukan tipe orang yang bisa tenang saat mendengarkan sebuah keputusan. Sekarang ia benar-benar sangat gugup.

Yura tahu kekurangan restorannya. Ia sangat tahu. Dan selama ini ia sudah berupaya untuk mengubahnya. Contohnya saja ia sudah mengingatkan Marquez untuk bangun lebih pagi agar bisa membeli bahan masakan yang bagus dan segar. Ia sudah meminta Taehyung berhenti bereksperimen dengan membuat masakan baru karena hampir semua konsumen kabur saat disuguhi masakan barunya. Ia juga sudah menyuruh Lisa dan pelayan lainnya datang lebih pagi.  Namun sia-sia, karena ia juga menjadi salah satu dari mereka yang sering datang terlambat.

Jika, ya... jika restoran mereka dapat lolos dari hasil yang buruk, Yura berjanji. Ia akan membelikan Marquez hadiah agar ia rajin bangun lebih pagi, mungkin sebuah parfum. Ia juga tidak akan melepaskan matanya dari Taehyung agar laki-laki itu tidak punya kesempatan bereksperimen dengan masakan. Dan tentu saja, ia akan menasehati Lisa setiap hari agar berhenti membacakan menu masakan pada pelanggan dengan cara nge-rap, sudah banyak pelanggan yang komplain karena masalah ini.

"Hasilnya adalah..."

***

 

 

 





<