cover landing

Where Your Heart Belongs

By PutuFelisia

Wanita itu menggigil. Beberapa kali dia mengusap hidung. Hujan membuat sebagian pakaiannya basah. Orang-orang memandangnya dengan tatapan aneh. Seolah wanita berusia tiga puluhan itu sedang melarikan diri dari kasino atau tempat hiburan di sekitar sana. Beberapa orang yang bersimpati sempat bertanya, akan tetapi hanya dijawab dengan gelengan. Beberapa lagi, terang-terangan meminta wanita itu pergi karena berpikir kehadiran wanita itu akan mengganggu tamu hotel yang lain.

Benar saja… kehadiran wanita itu memang mengusik seorang pria yang lewat. Manik mata amber pria keturunan Kaukasia-Asia itu sempat membelalak kaget. Namun, sesaat kemudian, dia kembali mengendalikan diri dan bersikap acuh tak acuh.

Nama pria itu Mikhael Almeida. Meski tangan Mikhael menggandeng seorang gadis, pandangannya diam-diam tertuju pada wanita itu. Tak pernah sedikit pun tebersit di benak Mikhael, wanita tidak tahu terima kasih ini akan berani muncul di hadapannya!

Faith Halim.

Terkutuklah wanita ini!

Ketika pandangannya bertumbukan dengan mata Faith, Mikhael tidak bisa menahan diri untuk tidak mencela. Namun, wanita itu masih berdiri tegak. Kekeraskepalaan itu masih sama. Kobaran tekad di mata itu masih sama. Hanya satu yang berbeda saat ini: waktu telah merenggut kelincahan Faith. Rambut panjangnya jelas tidak tersentuh salon selama bertahun-tahun. Sepatunya nyaris menganga. Dari warna yang memudar, bisa ditebak Faith mengenakan salah satu pakaian yang dibelikan Mikhael dulu.

Mikhael mengernyit sambil menahan amarah. Berhari-hari dia hanya bisa membayangkan wanita ini. Keheningan rumah tanpa Faith sungguh menyakitkan. Kamar yang kosong. Jiwa yang hampa. Kehidupan itu sangat menyesakkan dan menyakitkan.

Bahkan ketika Mikhael menjauh dari Jakarta, dari Indonesia… semua kepahitan menyertai Mikhael. Rindu dendam mengoyakkan hati. Sementara kemarahan menghanguskan semua perasaannya hingga tidak berbekas. Semua karena wanita di depannya ini!

Bagaimana Mikhael akan membalasnya?

Penampilan Faith sudah cukup menyiratkan bahwa Faith sudah tidak memiliki apa-apa. Entah apa yang dilalui wanita itu, Mikhael menebak-nebak dalam hati, sebelum sadar dia sudah tidak perlu memedulikan hal itu. Dia sudah tidak memiliki hubungan apa-apa lagi dengan wanita itu. Dia berhak mengabaikan Faith seakan-akan wanita itu adalah serangga pengganggu.

Kalau Mikhael berlalu seraya berpura-pura tidak mengenal Faith, wanita itu akan habis. Petugas hotel akan mencampakkan wanita itu sebagai gelandangan. Tidak berdaya, ditambah buta bahasa Kanton dan Portugis, Faith akan berakhir sebagai pengemis atau pelacur.

Itulah pembalasan yang tepat!

Sayang, alih-alih kompak dengan rencananya, langkah Mikhael justru berhenti di depan Faith. Keinginan mempermainkan Faith mendadak menggoda benak Mikhael.

Mikhael melepaskan tangan gadis di sebelahnya. Senyum manis terulas di bibir pria itu. Kalimatnya sengaja dikatakan cukup keras, “Tunggulah, Cantik. Aku masih ada urusan.”

Gadis bule itu cemberut. Namun, kartu kredit yang disodorkan Mikhael langsung mengubah cemberut si gadis. Tanpa sungkan, Mikhael mengecup pipi gadis itu. Sudut mata Mikhael sengaja melirik Faith, sekadar melihat reaksi wanita itu.

Seperti yang dia harapkan, Faith menggigit bibir bawah sambil memalingkan muka. Sama seperti yang biasa dia lakukan kalau sedang marah.

Bagus. Rupanya hingga kini, Faith masih cemburu. Kemenangan kecil ini membuat Mikhael berpuas hati. Senyumnya semakin lebar saat gadis bule di sebelah menariknya mendekat.

 “Eu te amo(aku mencintaimu),” bisik gadis itu. Tepat di sebelah telinga Mikhael.

Mikhael melihat kedua tangan Faith mengepal erat-erat. Seulas senyuman penuh kemenangan kini terlihat di bibir pria itu.

***





<